Mohon tunggu...
Deassy M Destiani
Deassy M Destiani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, Penulis, Pebisnis Rumahan

Seorang Ibu dua anak yang suka berbagi cerita lewat tulisan..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyimpangan Seksual pada Anak, Mungkinkah?

20 Maret 2020   17:03 Diperbarui: 20 Maret 2020   17:28 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

By Deassy M Destiani

Dalam dua minggu terakhir ini, saya diminta bertemu dengan beberapa orang untuk membicarakan sebuah kasus. Ada seorang anak laki-laki usia 7 tahun yang mengajak teman-teman sekelasnya mengajak bermain dengan istilah "starter."

Starter adalah sebuah kegiatan dimana ada dua orang anak posisi berhadapan. Ujung kaki kanan masing-masing anak saling menyentuh kelamin lawannya dan digesek-gesek sampai merasakan sensasi nikmat. Hal ini mereka lakukan dalam tempat terbuka, kadang di masjid saat Jumatan atau kegiatan TPA. 

Saya juga pernah menemukan kasus yang mirip dengan kegiatan "starter" ini yaitu menggesek-gesekkan alat kelamin ke ujung meja atau benda yang agak tumpul lainnya. Biasanya ini dilakukan anak perempuan. Mereka melakukannya di tempat terbuka, kadang di rumah, di sekolah atau saat bermain bersama temannya.

Pada anak yang belum baligh sebetulnya sensasi yang mereka cari bukan orgasme. Hanya sebuah sensasi berbeda dan pelepasan emosi yang mungkin dirasakan. Sebab jika anak bertujuan mencari orgasme tentunya dia tidak akan melakukannya di tempat umum bahkan disaksikan orang lain. Waktu saya tanya anak 5 tahun yang menggesek-gesekkan alat kelaminnya ke ujung meja jawabannya begini : "gak ngapa-ngapain kok.. cuman merasa enak dan geli gitu kalau digesekin." Mimik anak ini juga biasa saja tanpa rasa bersalah, tanpa rasa malu seolah-olah hal itu hanyalah sebuah permainan saja.

Kembali ke kasus anak 7 tahun itu. Anak ini juga sempat membuat heboh sekolahnya karena dikabarkan mengajak anak lain masuk kamar mandi sekolah untuk menggesekkan alat vitalnya ke anus temannya. Setelah ditelusuri, anak ini melakukan hal tersebut terinspirasi film porno yang dia tonton bersama kakaknya yang duduk di kelas 3 SD.

Jika dihubungkan dengan teori Psikoseksual Freud, Anak 7 tahun sebetulnya ada diantara fase falik dan laten. Fase falik adalah sebuah fase dimana anak mulai senang dan menikmati memainkan alat genitalnya. Biasanya dimulai sejak anak umur 3- 6 tahun. Fase ini anak juga bisa membedakan jenis kelamin temannya dan bertanya mengapa dia berbeda.

Rasa ingin tahu tentang mengapa dia bisa lahir, dari mana dia berasal biasanya menjadi pertanyaan yang sering diajukan.. Jika anak melewati masa falik ini dengan baik maka dia akan melanjutkan ke fase laten yaitu fase dimana anak tidak lagi berorientasi pada sensasi seksual tetapi lebih banyak di tumbuh kembang fisik dan kognitif (masa sekolah). Fase Laten biasanya terjadi saat anak umur 7 sampai dengan 11 tahun atau hingga dia baligh.

Nah yang jadi persoalan apabila si anak ini tidak mulus melalui masa falik. Seperti halnya yang terjadi pada anak 7 tahun diatas. Saat masa peralihan antara falik dan laten, otak anak ini dirangsang dengan film porno sehingga merusak bagian otak Pre Frontal Cortex (PFC). Jika PCF rusak bisa membuat seseorang sulit membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu, emosi, serta kesulitan dalam mengambil keputusan.

Pornografi juga bisa merusak keseimbangan hormon anak. Karena ada hormon-hormon dalam tubuh yang secara fisiologis dibuat bekerja terus menerus akibat reaksi menonton fim porno. Hormon yang terganggu adalah dopamin, neuropiniphrin, serotonin, oksitosin.

Hormon-hormon ini memaksa seseorang untuk mengases pornografi terus menerus alias kecanduan. Walaupun sesungguhnya anak mengetahui bahwa perbuatannya itu salah namun ia tidak bisa mengendalikan dirinya untuk menahan dan melawan hasrat yang ada dalam dirinya. Gangguan hormonal ini menyebabkan seseorang tidak dapat berpikir jernih, malas berpikir, dan tidak dapat berpikir kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun