Mohon tunggu...
Dea Romadhoni
Dea Romadhoni Mohon Tunggu... Atlet - perempuan

dea romadhoni mahasisiwa stai al anwar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tafakur pada Sepi dan Sunyi

16 Maret 2021   12:44 Diperbarui: 16 Maret 2021   12:58 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kau tahu bagaimana suasana sunyi pada ujung ruangan di sebuah rumah membuat sudut kerinduanku tergoyahkan. Rindu pada suasana sunyi yang sama sekali tidak mencekam. Tapi, itu hanya ungkapan fatamorgana yang kugantungkan untuk menenangkan bulu kudukku yang berontak karena ketakutan . Sebenarnya rasa takut yang menghampiriku sedikit demi sedikit mungkin akan membunuhku. Namun, takan kubiarkan itu terjadi. Karena aku akan mati dengan rencana yang tak terduga dari-Nya. Rencana yang kusemogakan menjadi himmah pada diri semua orang "khusnul khotimah." Mengaku dan diakui sebagai hamba yang telah diciptakan dan dirawat sampai raganya tidak lagi ada dengan penggerak berupa nyawa.

Sunyi itu relatif. Sunyi tempat atau sunyi hati. Kita juga hadir dari kesunyian dan kembali pada kesunyian. Begitulah hidupku, hidupmu hidup kita semua.  "Hidup yang singkat, hiduplah yang berarti." Aku benar-benar kurang yakin dengan bahasan setelah koma pada kalimat itu. karena definisi singkat yang kucoba tafsirkan belum dapat kuseimbangkan dengan definisi penuh arti yang harus kuperjuangkan sampai benar-benar menuju keseimbangan. Aku merasa semua ini berjalan dengan adanya hitungan. Hitungan matematika yang rumus-rumusnya dikembangkan para ilmuan barat dari pemikiran ilmuan timur yang bermetafora ke barat. Tak perlu ku jelaskan, agar kau penasaran dan berusaha mempelajarai  sesuatau yang konyol itu. Tapi, ini semua bukan tentang hitungan matematika dunia.

Rupanya kesunyian mampu membuat orang lebih fokus(bagiku entah bagimu). Nyatanya para nabi-nabi terdahulu memilih tempat-tempat sepi dan sunyi untuk fokus pada pencapaiannya. Mereka beruzlah untuk menemukan hakikat kehidupan dan hakikat Tuhan. Menemukan Tuhan dan menerima wahyu dari usaha uzlahnya. Dari usahanya dan wahyu itu lahirlah peradaban yang luar biasa berpengaruh pada hampir seluruh jagat raya. Semua orang, semua umat berhak memberikan definisi tentang keberhasilan dengan berusaha fokus pada momentum sunyi atau sepi.

Dari hasil tafakur burung-burung merpati, ternyata setiap makhluk memang perlu mencapai keberhasilan. Meskipun perumpamaan burung-burung yang dalam perut kosong pergi di pagi hari dan hanya pasrah entah akan diberi rezeki apa oleh pembuatya. Namun nyatanya mereka tetap terbang keangkasa untuk mencapai kata berhasil dengan usaha dan fokus.  Berhasil dalam pencapaian apapun. Juga fokus pada apapun, termasuk fokus pada mimipi orang-orang yang digantungkan pada bintang-bintang atau mimipi-mimpi yang diselubungi liur yang menjijikan. 

Tak perlu bertanya bagaimana penikmatnya terus menyuarakan alurnya secara terperinci pada penonton yang matanya berbinar-binar di pagi hari.  Penonton yang setia  menanti setiap episode yang akan disuarakan. Hiburan yang hakiki, gratis tanpa pembayaran dari segala pihak. Forum yang entah dapat dibilang aneh atau unik. Jelasnya, peristiwa itu lebih mirip dengan perkumpulan podcaster-podcaster yang lupa terdaftar. Karena mereka memilih berbaring dipagi har di kamar kostan bagi yang cuti. Atau mereka yang bermalas-malas dipagi hari tanpa ikut ngaji dan melas karena uang bualanan belum datang. 

Kembali lagi pada sepi. Bagi mereka dan bagi kader-kader dari mereka yang sedang terbaring disana (kuburan), sepi adalah dua pilihan. Pertama, sepi-sunyi yang nikmat dan menjadi ketenteraman yang sama sekali belum pernah dirasakan dan sungguh keadaan yang sangat ditunggu-tunggu. Atau kesunyian yang benar-benar mencekam dan kedatangannya terus diharapkan agar terus diundur.  Bukan-bukan, itu bukanlah definisi kesunyian yang harus dipilih oleh kader-kader mereka yang berbaring disana (kuburan). 

Aku bukan ahli dalam penjelasan itu. Tapi, setahuku dari referensi yang sengaja masuk pada otakku atau tidak sengaja masuk, mengatakan bahwa tempat berbaring mereka alam barzakh  itu tidak sepi. Karena semua memiliki teman. Itulah yang tadi ingin ku ungkapkan. Teman yang ramah atau teman yang pemarah. Tinggal pilih saja kita pada tempo yang sesingkat-singkatnya ini (mampir ngombe).

Saranku pada kau dan pada diriku sendiri, pilihlah teman yang ramah. Jika kau bertanya cara apa supaya teman yang ramah dapat menemani kita diruang yang sepi dan gelap itu .? penjarakan diri kita di dunia ini. Kalau kau tanya lagi, penjara macam apa itu, dan mengapa diri sendiri harus dipenjara .? akan ku jawab. Penjara yang memenjarakan nafsu-nafsu keji yang hadir disetiap langkahmu. Kalau kau ingin bertanya lagi entah tentang apa. akan aku jawab kau dengan "kau terlalu banyak tanya, cobalah jadi filsuf untuk dirimu sendiri."

Rupanya berbicara tentang kesunyian membuatku bergidik dan sewaktu-waktu membuatku geli dan mesam-mesem (senyam-senyum) sendiri. Aku tak bisa menembus bayangan yang membuatku bergidik atau sebaliknya. Karena memang tak boleh dibayangkan. Tapi, mau bagiamana lagi, bayangan itu menghantu. Sehingga membuatku bingung yang tidak perlu merangkul tiang agar kebingungan itu hilang (kebiasaan orang-orang jawa). 

Aku ingin bercerita pada udara tentang kebingungan diriku yang bodoh ini. yang dibodohkan dan dibingungkan oleh mereka yang terus menerus berbisik tanpa henti (prajurit lucifer, setan yang diusir dari surga karena tak mau sujud pada Adam). Kalau saja aku bisa membalas mereka dengan berbisik juga, akan kubisikan pada mereka hal yang paling dibenci mereka. 

Tapi, itu terlalu sulit bagiku. Karena aku lebih suka mengambil jalan yang mudah meski berliku. Jalan yang pernah diajarkan oleh seorang baginda Nabi alla Allah 'Alaihy wa Sallam. yang sangat-sangat kunantikan kehadirannya dalam mimpi yang suci. Bukan dengan mimpi-mimpi sialan yang diselubungi liur menjijikan. Tentu saja tidak hanya pada mimipi belaka tapi, juga pada kehidupan setelah pembaringan pada lorong waktu lama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun