Mohon tunggu...
Dearni
Dearni Mohon Tunggu... Administrasi - Just my self

be humble

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memahami Arti dan Makna "Doa"

16 Juni 2019   21:10 Diperbarui: 16 Juni 2019   21:15 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 

            Dalam Perjanjian Lama, kata kerja hitpallel (“berdoa”) selalu dengan subjek manusia dengan sasaran doa adalah Tuhan. Manusia Perlu berdoa karena doa adalah nafas kehidupan orang percaya. Sebelum manusia berdoa, sudah ada Tuhan (Kej. 1:1 “Pada mulanya Allah...”). Tuhan berfirman dan bertindak. Lalu manusia berespons terhadap firman dan tindakan Tuhan dalam bentuk mendengarkan dan taat kepada-Nya. Secara demikian, doa di dalam Perjanjian Lama tidak satu arah dari manusia, melainkan lebih bersifat merespons firman dan tindakan Tuhan. Bilamana doa tidak dijawab-jawab, merataplah manusia. Yang terjadi dalam ratapan adalah Cuma satu pihak berpatisipasi dalam doa. Manusia memohon. Tuhan berdiam diri. Komunikasi macet. Namun, pendoa tidak mau berdiam diri. Ratapannya memecahkan keheningan di surga.

            Dengan menyapa dan mengajak Tuhan berdialog, pendoa diam-diam sudah memandang-Nya sebagai person. “Ya TUHAN, Allah Israel” (2 Raj. 19:15), “Ya TUHAN, Allah Kami” (2 Taw. 20:6-7), “Ya TUHAN, Allah Bapa Kami Israel” (1 Taw. 29:10, 18).Tuhan di dalam doa seperti Pribadi. Sekalipun agung dan berkuasa, Ia dapat didekati dan disapa dalam doa. Jika Orang israel bisa sampai di pembuangan semata-mata karena Tuhan adil dan tidak pilih kasih, sekalipun yang melanggar adalah umat pilihan. Namun, umat berharap Tuhan juga akan berbaik hati mengampuni kesalahan mereka. Keberanian orang dalam PL berdoa demikian disebabkan keyakinan yang mendasari mereka bahwa Tuhan pada dasarnya adil. Dalam situasi yang tidak adil, umat berdoa agar Tuhan bertindak berdasarkan keadilan-Nya (Yer. 11:20).

            Doa sering dikaitkan dengan soal hati, bukan soal tubuh, sehingga ada kecendrungan sebagian orang untuk sama sekali tidak mempedulikan kepatutan sikap tubuh ketika berdoa. Ada 2 hal yang akan dijelaskan mengenai sikap jasmani dalam berdoa:

1. Gerakan Tubuh

            Umumnya doa dalam Perjanjian Lama dilakukan sambil berdiri (1 Sam. 1:26; 2 Taw. 20:5, 13), jarang duduk (2 Sam. 2:18). Yang juga umum adalah sikap rebah dengan muka sampai ke tanah (Kej. 24:26; Ul. 9:25; Yos. 7:6); 1 Taw. 29:20) atau berlutut (1 Raj. 8:54; Ezr. 9:5; Dan. 6:10). Sikap doa dengan menundukkan kepala juga ada (Kej. 24:26; 1 Taw. 29:20; 2 Taw. 29:30). Melihat beberapa contoh sikap tubuh ini, bersujud adalah sikap yang wajar, “Sujudlah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan!” (Mzm. 29:2). Dalam bahasa Ibrani “Bersujud” histakhawa (“membungkuk dalam-dalam”).

            Dengan berdoa merentangkan tangan ke atas ada dua pengertian simbolik. Pertama, pendoa keluar dari diri dan dunianya dan hanya berharap pada pertolongan Tuhan di atas (1 Raj. 8:22; Ezr. 9:5; Mzm. 143:6; Rat. 2:19). Kedua, dengan berdoa merentangkan tangan orang juga menyatakan bahwa tangannya tidak menyembunyikan sesuatu di hadapan Yang Mahatahu. Tidak ada kecurangan, tipu muslihat, hati yang mendua. Dirinya transparan seperti tangannya yang terbuka.

2. Kerendahan Hati

            Gerakan tubuh seperti mengangkat tangan atau membungkukkan tubuh dalam Perjanjian Lama bukan sesuatu yang berlebihan. Banyak contoh dalam Perjanjian Baru masih meneruskan kebiasaan sikap tubuh demikian: berdiri (Mat. 6:5; Mrk. 11:25; Luk. 18:11). Rebah dengan muka ke tanah (Mat. 26:39), berlutut (Ef. 3:14), mengangkat tangan (1 Tim. 2:8). Beberapa gereja modern masih mempertahankan gerak sujud dalam ibadah (Anglikan, Lutheran, Ortodoks Yunani). Inti dari gerakan tubuh dan tangan dalam berdoa adalah sikap rendah hati. Berbicara dengan Yang MahaKudus, Yang Mahatinggi, haruslah dengan sikap batin dan lahir demikian.

            Sekalipun sikap sujud dalam kebanyakan gereja sudah ditiadakan, gantinya adalah duduk dan berdiri, sikap tubuh dalam berdoa bukan cuma masalah kebiasaan. Bersujud dalam doa adalah hal biasa dan transkultural, sebab di hadapan Tuhan yang mulia semua orang pada suatu hai juga harus berlutut.( Roma 14:11; Filipi 2:10-11)

            Mengingat kesatuan tubuh-jiwa manusia, gerak tubuhnya dalam berdoa sedikit banyak mencerminkan dan sekaligus mempengaruhi sikap batinnya. Sebaiknya juga tidak dipertentangkan apakah doa adalah masalah hati atau sikap tubuh. Pada dasarnya, dalam keadaan biasa, sikap rendah hati ketika berdoa sebaiknya terungkap dalam sikap tubuh, karena bagi manusia menyangkut hati sekaligus tubuh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun