Mohon tunggu...
Marintan Irecky
Marintan Irecky Mohon Tunggu... Lainnya - ENG - IND Subtitler and Interpreter

Indonesian diaspora who has been living in Saudi Arabia since 2013. Currently interested in topics about women, family and homemaking, and female intra-sexual competition.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Review] Pendekar Tongkat Emas: Ketika Film Laga Kolosal Digarap Sepenuh Hati

24 Desember 2014   04:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:35 1696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sepertinya sudah lama sekali saya tidak menonton film laga kolosal Indonesia. Bahkan kalau boleh jujur, genre terakhir yang saya tonton bukanlah produksi layar lebar, melainkan layar kaca yang kini sudah sama sekali menghilang dari dunia pertelevisian tanah air. Hadirnya film Pendekar Tongkat Emas wajar saja menggerus rasa penasaran saya tentang film ini, apalagi nama-nama besar di dunia perfilman berada di balik produksinya. Jadi, bagaimana kesan saya tentang film ini setelah menontonnya?


Mari kita mulai dengan membahas akting dari para pemainnya. Tak salah memang bila film ini diisi oleh nama-nama besar karena untuk menggarap sebuah film dengan plot yang kuat dibutuhkan para aktor dan aktris dengan kemampuan akting kualitas jempolan juga. Dari semua aktor yang muncul, bagi saya yang kharismanya paling kuat adalah Reza Rahadian yang berperan sebagai Biru. Melakoni peran antagonis tanpa terkesan lebay sudah pasti sulit. Lebih sulit lagi adalah menjadikan peran antagonis yang ambisius dan tak kenal belas kasihan.


Tanpa terlihat ragu, sesuai dengan tuntutan peran dan skripnya, Reza menghajar seorang wanita dan anak kecil. Dalam kehidupan nyata, ini tidak mungkin terjadi. Tentu saja dia bisa dicap pria durhaka terhadap orang tua dan penyiksa anak. Namun, dalam skrip, dunia yang dijalaninya adalah dunia persilatan dan kedua orang tersebut bukanlah kaum minoritas yang lemah dan tak bisa membela diri, melainkan dua pendekar silat jagoan dengan jurus-jurus yang bisa mengalahkan banyak lawan sekaligus.


Untuk menjadi seorang aktor yang bisa menjalani perannya tanpa terlihat respek di depan kamera pada kaliber dan jam terbang lawan mainnya merupakan hal yang tidak mudah. Dan Reza berhasil melakukan itu.

14193446281051063324
14193446281051063324

Kehadiran pelakon lainnya yang juga tak bisa disepelekan adalah Tara Basro sebagai Gerhana, partner in crime Biru dalam film ini yang tampil dengan sangat meyakinkan. Di luar ekspektasi, Tara tampil dengan cemerlang dan membuat karakternya sulit dilupakan meskipun film sudah berakhir. Sungguh tepat pemilihan Reza dan Tara sebagai duet maut dalam film ini, saya bahkan tidak bisa membayangkan ada pasangan lain yang lebih tepat untuk memerankan Biru dan Gerhana dalam Pendekar Tongkat Emas.


Selain keduanya, wajah baru Aria Kusumah mengingatkan saya akan film-film Boboho di masa kecil, di mana dia memiliki teman yang berkepala botak juga dan jago silat seperti dirinya. Perannya yang irit bicara menjadikannya terlihat wajib disegani. Apalagi ketika dialog yang diucapkannya memiliki kekuatan di dalamnya dan sangat quotable. Aria Kusumah wajib diacungi jempol bukan hanya karena aktingnya, namun juga karena kemampuannya mengikuti koreografi martial arts yang tak mudah diikuti oleh orang dewasa, konon oleh anak kecil.


Di luar ketiganya, semua aktor dan aktris pendukung sudah pas porsinya dalam berakting. Tidak ada yang kurang dan tidak ada yang berlebihan, sehingga tidak lagi ada hal yang baru atau mengejutkan karena semuanya sudah memenuhi ekspektasi kebanyakan penonton.


Selain kualitas akting jempolan, saya suka sekali dengan gaya penyutradaraan Ifa Isfansyah dan gambar-gambar apik yang disajikan oleh W. Ichwandiardono. Ini membuat pemandangan Sumba Timur, NTT yang menjadi lokasi syuting tampak seperti koleksi kartu pos panorama yang cantik. Adegan-adegan yang tak membutuhkan banyak dialog terlihat lebih hidup dan berbicara dengan kepiawaian keduanya mengabadikan Sumba lewat kamera.

1419344666689546369
1419344666689546369

141934469572374118
141934469572374118

Contohnya ketika Dara dan Elang sang pendekar misterius (Nicholas Saputra) berlatih silat di sebuah bukit dan ketika Elang berbicara dengan Dewan Datuk Persilatan yang diwakilkan oleh Slamet Rahardjo. Berkat adegan ini, saya baru tahu kalau pemandangan matahari tenggelam bisa terlihat seperti sebatang emas yang dilelehkan dan melarut di dalam laut.


Siapapun yang menonton film ini pasti setuju bahwa semua anggota tim produksi baik para aktor maupun orang-orang yang berada di belakang layar bekerja dengan sangat serius dan sepenuh hati. Keseriusan untuk menggarap Pendekar Tongkat Emas terlihat dalam detil-detilnya, terutama pada setting tempat, kostum dan properti pendukung film. Baju para pendekar banyak menyematkan unsur etnik seperti kain lurik khas Jawa dan tenun ikat yang khas Sumba. Adalah Chitra Subiyakto yang patut diacungi jempol dalam membuat kostum para pemain yang terlihat keren tersebut. Kostum para pemeran utama maupun pemeran pendukung tampak kuat dan nyaman. Begitu pula sepatu kain yang digunakan oleh Dara dan Angin pada saat mereka memanjat pohon demi menyelamatkan diri dari kejaran musuh mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun