Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih Relevankah Pancasila dengan Masa Kini?

2 Juni 2022   19:35 Diperbarui: 2 Juni 2022   21:14 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: iNews

Di sisi lain, kitab suci tidak datang bersamaan dengan penjelasan detail mengenai masa terkini, sehingga manusia pada masanya masing-masing harus menafsirkan sendiri rumus bernegara yang mendatangkan kebaikan bagi seluruh rakyatnya sesuai perintah Ilahi dalam kitab suci. Saya kira, inilah masalah terbesar yang dihadapi oleh semua negara beragama di dunia. Karena tafsiran yang tercipta dari satu ayat saja bisa sangat banyak, apalagi ribuan? Apalagi ada lebih dari satu kitab suci lainnya? Mencapai suatu kesamaan penafsiran tentang maunya pencipta langit dan bumi dalam satu agama saja sudah susah, apalagi antar umat beragama. 

Kenapa saya membicarakan ayat kitab suci dan agama serta kehidupan bernegara?Karena perbedaan tafsiran ini mempengaruhi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap suatu kebijakan negara (yang juga seringkali dibuat berdasarkan tafsiran kitab suci). Dan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan tersebut menjadi faktor penentu pembagunan suatu bangsa. 

Contoh yang masih hangat adalah di saat pemerintah mentafsirkan bahwa kitab suci keenam agama di Indonesia tidak melarang vaksinasi Covid, namun beberapa orang dalam golongan antivaksin mentafsirkan berbeda bahwa beberapa ayat kitab suci melarang vaksinasi. 

Apa perbedaan kedua penafsir (pemerintah dan antivaksin)? Secara teknis, tafsiran pemerintah mendapat masukan lebih banyak karena punya sumber daya dan data yang lebih banyak untuk menafsirkan kitab suci, artinya pemerintah punya cakrawala berpikir yang lebih luas dibandingkan golongan antivaksin. 

Apa para antivaksin tidak ingin mengakui "kecerobohannya" dan menerima fakta lebih luasnya cakrawala berpikir pemerintah? Ataukah antivaksin kehilangan kepercayaan bahwa pemerintah tidak menggunakan anugrah sumber dayanya untuk menghasilkan cakrawala berpikir yang lebih luas, sehingga antivaksin lebih percaya tafsirannya sendiri? 

Itu pertanyaan sulit yang tidak mampu saya jawab. 

Saya pribadi menemukan diri sulit untuk memahami bagaimana cara bertindak yang Pancasilais dalam kehidupan bernegara. Dan saya kira, masalah saya sama dengan Rizieq. Mungkin bedanya Rizieq bertindak terlalu jauh untuk menekankan tafsirannya tentang kehidupan bernegara kepada Pemerintah yang jelas secara teknis punya cakrawala berpikir yang jauh lebih luas. 

Sebenarnya seluruh negara di dunia mendeklarasikan kemerdekaannya berlandaskan ideologi yang berakar pada agama masyarakatnya. 

Apakah Pancasila merupakan ideologi yang berakar pada agama masyarakatnya? 

Jika menilik satu per satu sila dalam pancasila, maka muncul banyak ketidaksesuaian antar sila. Kalau kata Rocky Gerung, "satu sila dengan lainnya bertentangan". Misalnya, "Ketuhanan Yang Maha Esa." bertentangan dengan "Kemanusiaan yang adil dan beradab."

Sila pertama merupakan pernyataan tegas bahwa bangsa Indonesia menjalankan kehidupan bernegara berdasar perintah agama Monoteisme (satu Tuhan tunggal). Artinya, kepercayaan Politeisme dilarang. Sedangkan kebanyakan suku-suku asli di pedalaman Indonesia menganut paham Politeisme yang mempercayai adanya banyak dewa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun