Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Fast Fashion, Pakaian Bekas dan Dampaknya pada Lingkungan

30 November 2020   10:45 Diperbarui: 3 Desember 2020   20:58 2419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thrift Shop (whatsupyukon.com)

Semakin banyak kita membeli, semakin cepat kita perlu memberi ruang di lemari kita, yang berarti semakin banyak yang perlu kita singkirkan seiring berlalunya musim fesyen.

Model "fast-fashion" ini terdengar seperti konsep yang bagus, tetapi sangat berbahaya bagi lingkungan. Produksi pakaian menggunakan sumber daya yang sangat besar. Misalnya, 700 galon air digunakan untuk membuat satu kaos katun saja! Karena kualitas pakaian bukanlah yang terbaik, dan konsumen membeli pakaian lebih cepat, sejumlah besar tekstil berakhir di tempat pembuangan sampah setiap tahun. 

Faktanya, 26 miliar pon pakaian dan tekstil berakhir di tempat pembuangan sampah setiap tahun, miris sebenarnya karena sekitar 95 persen sampah fesyen tersebut dapat digunakan kembali atau didaur ulang, alih-alih 5% saja yang didaur ulang. Tapi daur ulang juga memerlukan energi, artinya pelepasan karbon yang banyak juga.

Cara paling efektif mencegah pakaian menuju ke tempat sampah dan merusak lingkungan adalah dengan tidak beli terlalu banyak, dan belajarlah untuk merawat pakaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun