Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Larangan Penuh Minol Jangan Sampai Jadi Bahan Ejekan

22 November 2020   16:36 Diperbarui: 26 November 2020   18:00 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi minuman keras (KOMPAS IMAGES/Kristianto Purnomo)

Pada 17 Januari 1920, enam pria bersenjata merampok kereta barang Chicago. Tapi bukan uang yang menjadi incaran, mereka mengincar Likeur, minuman beralkohol (minol) beraroma buah atau rempah-rempah. Para pencuri menjarah wiski bernilai ribuan dolar. Kejadian ini terjadi hanya berselang satu hari setelah pelarangan konsumsi dan peredaran minol dikeluarkan. Melarang seluruh masyarakat memproduksi dan menjual minol di wilayah Amerika Serikat. Pelarangan dikeluarkan setelah larangan serupa di Rusia yang bertujuan untuk mengatasi masalah sosial yang disebabkan minol selama Perang Dunia I.

Tapi pandangan dunia barat terhadap minol sebagai penyebab utama masalah sosial berusia lebih tua dari Perang Dunia I. Minol mendapatkan reputasi pertamanya sebagai penyebab utama masalah sosial terjadi selama Revolusi Industri. Dimana sekelompok pekerja baru membanjiri kota. Para pria bertemu di salon untuk minum. Pada abad kesembilan belas, kelompok anti-minum mulai disebut Kaum Temperance di Amerika Serikat dan sebagian Eropa. Kaum Temperance percaya, minol adalah pendorong utama di balik semua masalah seperti kemiskinan dan kekerasan dalam rumah tangga, dan berusaha untuk meyakinkan pemerintah tentang hal itu.

Sementara beberapa hanya mendukung konsumsi minol dalam jumlah sedang, beberapa lagi percaya bahwa minol harus dilarang sepenuhnya. Gerakan-gerakan ini telah menarik dukungan dari banyak sektor masyarakat. Termasuk lembaga perempuan yang sudah aktif sejak awal. Mereka berpendapat bahwa minol menyebabkan pria mengabaikan keluarganya dan melecehkan istrinya. Otoritas agama, terutama Protestan, menuduh minol sebagai pencobaan dan dosa. Aktivis kerja progresif percaya konsumsi minol merusak kemampuan pekerja untuk berorganisasi.

Dan pemerintah juga tidak asing dengan ide pelarangan tersebut. Pemukim kulit putih di Amerika Serikat dan Kanada memperkenalkan anggur yang kuat seperti rum untuk masyarakat adat. Kemudian masyarakat menuduh minol mengganggu masyarakat... meski sebenarnya ada banyak masalah lain yang merusak interaksi mereka. Baik pemerintah AS dan Kanada lalu melarang penjualan minol untuk penduduk lokal di wilayah yang dimilikinya. Gerakan Temperance Amerika mencetak kemenangan pertama mereka di tingkat negara bagian dan lokal. Maine dan banyak negara bagian lain melarang penjualan dan produksi minuman keras Di tahun 1850-an.

Pada tahun 1919, Amandemen Kedelapan Belas Konstitusi Amerika Serikat melarang manufaktur, penjualan, dan transportasi semua minuman beralkohol. Amandemen tersebut mulai berlaku setahun kemudian di bawah Volstede Act. Karena undang-undang tidak melarang konsumsi minol pribadi, orang kaya mengambil kesempatan itu dan bergegas menimbunnya ketika restoran dan bar berebut untuk menjual sisa persediaannya. Akibat penutupan penyulingan dan pembuatan bir serta kilang anggur, para pekerja kehilangan pekerjaan.

Sementara itu, geng-geng penjahat berkumpul untuk memenuhi permintaan minol, Membangun fasilitas pasar gelap yang menguntungkan untuk produksi, penyelundupan dan penjualan minuman keras ilegal. Mereka sering bekerja sama dengan polisi dan pejabat pemerintah yang korup, bahkan meledakkan tempat pemilihan Jaksa Penuntut Umum wilayah Illinois pada tahun 1928 demi mendukung faksi politik tertentu. Puluhan ribu bar ilegal yang dikenal sebagai "pub" pun lahir.

Mulai dari bar di dalam gudang bawah tanah yang kotor hingga ruang dansa. Orang dapat membuat minol di rumah untuk konsumsi pribadi, atau untuk mendapatkannya secara legal dengan resep dokter atau izin layanan keagamaan. Untuk mengurangi konsumsi minol industri, Pemerintah mewajibkan produsen menambahkan zat berbahaya, yang menyebabkan ribuan kasus keracunan dan kematian. Namun tidak ada catatan persis berapa banyak orang yang minum selama pelarangan karena minol ilegal tidak diatur atau dikenai pajak. Keadaan saat itu dikodukumentasikan dalam novel sejarah Matt Bondurant The Wettest County in the World (2008). Novel tersebut kemudian diangkat ke layar lebar dalam film Lawless (2012), dan dibintangi oleh bintang-bintang besar Hollywood seperti Shia LaBeouf, Tom Hardy, Gary Oldman, Mia Wasikowska, Jessica Chastain, Jason Clarke, dan Guy Pearce.

Di akhir 1920-an, jelas bahwa pelarangan tersebut tidak membawa perbaikan sosial yang diinginkan seperti yang dijanjikan oleh pembuat larangan. Sebaliknya, hal itu memicu korupsi dan kejahatan terorganisir. Jutaan warga mengejeknya. Dalam salah satu penggerebekan di aula bir Detroit, sheriff lokal, kapten polisi dan seorang anggota kongres ditangkap karena minum-minum.

Dengan dimulainya Depresi Hebat pada tahun 1929, pemerintah sangat membutuhkan pendapatan pajak dari penjualan minol, dan percaya bahwa mencabut larangan tersebut akan merevitalisasi ekonomi. Kongres mengesahkan Amandemen ke-21 yang membatalkan Amandemen ke-18 pada tahun 1933, satu-satunya amandemen yang telah dibatalkan sepenuhnya. Kaum Temperance percaya bahwa minol merupakan akar dari masalah sosial, namun seperti yang kita lihat, kenyataannya lebih kompleks karena pelarangan totalnya tidak membuahkan hasil. Masalah kesehatan dan sosial dari minol tetap menjadi perhatian dunia hingga saat ini.

Namun, dengan munculnya pengobatan modern dan kebangkitan Gerakan Temperance global di abad kesembilan belas, kebijakan minol mulai dipandang sebagai instrumen potensial untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Istilah 'kebijakan alkohol' memiliki arti tersendiri, berakar di Eropa dan Amerika dan semakin menyebar ke seluruh dunia sejak 1960-an.

Satu hal yang pasti ketika melihat sejarah kebijakan alkohol, maka tidak bijaksana untuk hanya melihat kebijakan alkohol dari perspektif larangan yang sempit - orang tidak boleh lupa bahwa sebagian besar pembentukan kebijakan alkohol sedari abad yang lalu telah dilakukan secara bertahap, dan harus dapat dirundingkan secara seksama, dan tidak boleh bersifat "memaksa" bagi orang dewasa. Belakangan ini, telah terjadi pertumbuhan minat dalam studi ilmiah kebijakan alkohol yang berguna dalam memerangi efek buruk dari masalah terkait alkohol, dan para pembuat keputusan sekarang lebih siap untuk menentukan pilihan kebijakan berdasarkan bukti ilmiah terkini tentang kebijakan alkohol. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun memasukan minol ke dalam agenda kesehatan dunia pada tahun 2010.

Dalam laporan berjudul Global strategy to reduce the harmful use of alcohol peneliti WHO mengemukakan bahwa kebijakan alkohol tidak boleh bersifat memaksa sebaliknya hanya menyarankan karena kebijakan alkohol yang bersifat memaksa hanya akan menciptakan pertentangan dalam masyarakat yang berujung korupsi, kekerasan, peningkatan orang dengan adiksi baru dan penyakit sosial lainnya. Untuk itu, disarankan agar sebuah kebijakan alkohol secara seksama memperhatikan kepentingan masyarakat yang menerima kebijakan dan dikaji secara ilmiah.

Tidak semua konsumen minol menjadi adiksi dan menimbulkan banyak masalah, melarang konsumsi minol bagi konsumen kategori ini hanya akan menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks dibanding dengan mencari jalan tengah agar mereka dapat mengkonsumsi minol tapi tidak merasa tertekan yang berakibat muncul masalah baru. Pengambil kebijakan juga disarankan menciptakan kebijakan yang menciptakan tren bahwa minol merupakan minuman yang tidak "trendi" dan bukan merupakan sebuah kebutuhan primer bagi konsumer.  Seperti contoh tren di beberapa komunitas, "anak muda kalo ga minum ga gaul"; atau tren "minum minol biar keliatan dewasa"; atau "minol itu tanda kebersamaan"; dsb. Kebijakan yang diambil haruslah dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketersediaan infrastruktur, karena sebaik apapun kebijakan minol maupun kebijakan terhadap adiksi lainnya tidak akan berjalan dengan baik tanpa dibarengi tingkat kesejahteraan masyarakat yang cukup dan ketersediaan infrastruktur.

Sebagai contoh adalah Perda Provinsi Papua No. 15 2013  tentang Pelarangan Peredaran Minuman Keras yang ejekan terhadapnya semakin keras akhir-akhir ini saat RUU Minol ingin dimasukan ke dalam Prolegnas. Pasalnya, sudah tujuh tahun "pelarangan total" tapi minol ilegal masih saja beredar bak jamur di mana-mana di seantero Papua, baik oleh masyarakat sipil bahkan aparatur negara seperti oknum TNI dan Polisi. Konsumennya pun tidak sedikit di jalanan tanpa adanya sanksi jelas yang sesuai Perda tersebut. Sampai yang terparah adalah kasus kecelakaan kendaraan oleh seorang Wakil Bupati yang mengemudi dalam keadaan mabuk belum lama ini. Mereka yang terimbas masalah oleh minol seperti kecelakaan kendaraan, KDRT, dan masalah sosial lainnya pun melontarkan ejekan seperti:  "larangan bagi yang tidak bayar japre (jatah preman) kepada polisi"; atau "larangan tidak berlaku bagi TNI/Polri"; "larangan omong kosong".

"Pelarangan total" Perda tersebut jelas menjadi kebijakan yang tidak berjalan baik karena tidak dikaji dengan seksama sesuai anjuran WHO, alasannya :

  • Pertama dan yang paling utama adalah karena tidak dibarengi dengan angka kesejahteraan masyarakat Papua, di mana IPM masyarakat Papua yaitu hanya sebesar 60,06 dan merupakan yang terendah dibanding provinsi lain di Indonesia. Dalam laporan berjudul The economics of alcohol policy, peneliti WHO menekankan pentingnya memperhatikan angka Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator utama tingkat kesejahteraan, semakin rendah IPM maka semakin rendah kepatuhan masyarakat akan larangan minol, pelarangan total hanya akan memperbanyak masalah sosial, seperti hilangnya kepercayaan masyarakat, korupsi dan meningkatnya angka konsumen adiktif.
  • Tidak tersedianya infrastruktur yang mumpuni. Perda larangan minol membutuhkan Infrastruktur seperti pusat rehabilitasi, birokrasi yang bersih, tempat minum dan standar pelayanannya, petugas pengawas yang mumpuni, pemberdayaan produsen lokal dalam menunjang ekonomi masyarakat, serta infrastruktur terkait lainnya yang belum dimiliki oleh provinsi Papua.

Kita semua memuji dan menghargai niat baik dari Pemda Provinsi untuk membangun Papua ke arah yang jauh lebih baik dari hari ini, untuk itu diharapkan adanya pengkajian ulang terhadap kebijakan Perda No.15 2013 bagi masyarakat Papua dan lebih luasnya RUU Minol bagi seluruh masyarakat Indonesia. Larangan penuh yang hanya didampingi cerita panasnya neraka semata tanpa kajian ilmiah, terbukti gagal di berbagai belahan dunia dalam berbagai masa. Untuk itu diharapkan agar pengambil kebijakan tidak mengulangi kegagalan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun