Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arwah Korban Tabrak Lari

18 Oktober 2020   20:32 Diperbarui: 13 Januari 2022   16:44 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : hgsklawyers.com

Saat itu pukul 11 malam dan Yayat Abdulah duduk di ruang tamunya yang gelap. Dia tidak pindah selama lebih dari satu jam. Kecelakaan barusan terus membayangi pikirannya. Lampunya sudah berubah menjadi merah, tapi dia sedang terburu-buru lalu berakselerasi. 

Sebuah bayangan oranye muncul dari kanan, dalam sekejap terdengar sentakan keras. Pengendara sepeda itu terguling di kap mobil Yayat dan jatuh dari pandangan ke trotoar. Klakson meraung marah. Yayat panik, menginjak gas dan memekik menjauh dari kekacauan ke dalam kegelapan, terguncang dan mengawasi kaca spion sampai di rumah. 

"Kenapa kau lari, idiot?" sesalnya dalam hati. Dia tidak pernah melakukan kejahatan sebelumnya. Yayat menghukum diri sendiri dengan membayangkan bertahun-tahun di penjara, karirnya hilang, keluarganya hilang, masa depannya hilang. Bili. 

"Oh...apa yang akan terjadi dengan Bili", putra semata wayang Yayat. Dia akan tumbuh tanpa seorang ayah. Rasa sesak terus menyelimuti dada. Mengapa tidak pergi ke polisi sekarang? Saya bisa menyewa pengacara, kan?

Kemudian seseorang mengetuk pintu depan dan dunia tiba-tiba runtuh di bawahnya. Mereka menemukan saya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menjawab. Berlari hanya akan memperburuk keadaan. Tubuhnya gemetar, dia bangkit, pergi ke pintu dan membukanya. Ia tersenyum dan langsung memeluk Bili. 

Air keluar dari matanya. Pikirannya kembali ke penjara. "Jangan bukakan pintu untuk siapapun lagi. Ini sudah larut malam" pesannya kepada Bili. Bili hanya berjalan lurus ke dalam kamar. "Baiklah ayah, selamat malam. I love you" canda Yayat kepada Bili karena tidak berbasa-basi seperti biasanya. 

"Aku tidak mencintaimu, ayah" balas Bili datar. Yayat menghela, "Setidaknya selera humornya tidak hilang" gumamnya dalam hati, masih dengan rasa haru. Ia masih memandangi Bili berjalan masuk ke dalam kamarnya ketika hp nya berbunyi. Ia menatap layar telepon. Tulisan "Bili Memanggil" di sana. Dengan kebingungan ia menjawab panggilan.

"Tuan Abdulah?" terdengar suara lelaki dewasa di telepon.

Dia menghela nafas gugup. "Betul...siapa ini?"

Petugas polisi itu menjawab, "Ya. Izinkan saya ....  Saya sangat menyesal, tapi saya khawatir punya kabar buruk untuk anda. Sepeda anak anda ditabrak oleh pengemudi tabrak lari malam ini. Dia meninggal di tempat kejadian. Saya sangat menyesal atas kehilangan Anda. "

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun