Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Sex Education, Serial TV Sarat Edukasi bagi Remaja (dan Dewasa)

16 Mei 2020   04:03 Diperbarui: 8 Januari 2022   15:54 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Serial TV Sex Education (imdb.com)

Gambar adegan it's my vagina dalam Sex Education (scoopwhoop.com)
Gambar adegan it's my vagina dalam Sex Education (scoopwhoop.com)
Atau adegan para siswi yang memilih naik bus umum alih-alih kendaraan pribadi untuk menemani teman mereka Aimee yang trauma karena baru saja menjadi korban pelecehan seksual di atas bus. Di sini, Nuun mengangkat isu feminisme yang memerangi perilaku stereotip gender dan pandangan masyarakat yang memprioritaskan sudut pandang laki-laki.

Dalam hal ini, kenyataan bahwa kebanyakan perempuan pernah mengalami pelecehan seksual dalam berbagai bentuk. Akibatnya, banyak yang mengalami krisis percaya diri dan rasa tidak aman yang paranoid karena trauma mendalam.

Dalam musim kedua, episode tiga, Aimee naik bus ke sekolah dan menemukan seorang pria masturbasi di belakangnya. Pria berejakulasi pada celana jins Aimee. Dia segera turun dari bus dan melanjutkan perjalanan ke rumah dengan berjalan kaki.

Di sekolah, dia memberi tahu Maeve tentang apa yang terjadi, meskipun tampaknya Aimee tidak terganggu, dan mengatakan bahwa ejakulasi pria tidak ada bedanya dengan bersin: "Air mani itu seperti penis yang bersin" jadi tidak perlu melaporkan ke polisi. Maeve merasa jijik dan bersikeras agar mereka pergi ke polisi untuk melaporkan pelecehan seksual.

Dalam episode-episode selanjutnya kita melihat bagaimana pengalaman itu memengaruhi Aimee jauh lebih dalam daripada dipikirkannya dan mulai mengalami gejala PTSD seperti melihat pelaku ada di mana-mana, tidak nyaman dengan keintiman, putus dengan pacarnya, menolak naik bus dan memilih berjalan kaki karena dia tidak bisa naik bus, adegan kejadian itu terus menghantuinya.

Dalam episode tujuh dia berteriak dan menangis di depan teman-teman perempuan lainnya dalam ruang detensi.

"Aku tidak bisa naik bus," serunya dengan mata berkaca-kaca dan raut muka tersiksa.

"Dia memiliki wajah yang sangat baik ... Jika dia bisa melakukan hal seperti itu, maka siapa pun bisa. Aku selalu merasa aman di mana saja tapi sekarang tidak."

Gadis-gadis itu menyadari bahwa mereka semua memiliki pengalaman yang serupa: Dari diikuti saat pulang larut malam, dicolek atau diraba, dicela karena memakai celana pendek. Ini adalah saat yang mengharukan, dan para gadis di ruang detensi itu (dan semua penonton perempuan, saya berempati) merasa terhubung. Mereka semua memiliki pengalaman semacam itu, di mana perasaan aman telah direnggut dari mereka.

Grup detensi tersebut tidak punya solusi. Mereka tidak tahu bagaimana cara menghentikan pria untuk merasa berhak atas tubuh wanita, atau perlu menegaskan kekuasaan mereka atas dirinya sendiri, dan mereka tidak segera tahu bagaimana membantu Aimee. Tetapi pada saat itu mereka menyadari ada kenyamanan dalam solidaritas.

Keesokan harinya Aimee berjalan menuju halte busnya dan menemukan gadis-gadis lain - beberapa di antaranya adalah teman-temannya, dan yang lain tidak -- sedang menunggu bus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun