Mohon tunggu...
Dean Ardeanto
Dean Ardeanto Mohon Tunggu... Seniman - Atlet gundu profesional

Manusia biasa yang hobi menulis. Suka kentut sambil tiarap.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalaman Naik Kereta Api Semasa Kecil dan Dewasa

29 September 2022   18:06 Diperbarui: 29 September 2022   18:12 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali merasakan naik kereta kelas Ekonomi, adalah ketika rangkaian kereta sudah dipasangi AC. Waktu itu sekitar bulan Desember 2013, gue berkesempatan pergi ke Rangkasbitung, menggunakan kereta Rangkas Jaya dari stasiun Tanah Abang. Rangkaian yang digunakan adalah kereta Ekonomi berkapasitas 106 tempat duduk, dengan susunan kursi 2-3, dan toilet yang berada di masing-masing ujung. Kesan pertama ketika naik kereta Ekonomi Rangkas Jaya cukup nyaman. Meski sangat disayangkan karena kapasitas kursi yang berjumlah 106 tempat duduk, membuat jarak antar kursi menjadi sempit. Posisi kursi yang berhadap-hadapan membuat gue harus adu dengkul dengan orang yang duduk di depan gue. Meski begitu, jika dibandingkan dengan kereta kelas Ekonomi zaman dulu, kereta kelas Ekonomi sekarang jauh terasa lebih nyaman.

Pada pertengahan tahun 2019, gue kembali menggunakan kereta api untuk pergi menuju kampung halaman. Waktu itu sebenarnya gue ingin sekali naik di kelas Bisnis. Keinginan gue adalah ingin merasakan bagaimana nikmatnya duduk di kelas Bisnis, di masa pelayanan PT. KAI sudah jauh lebih baik. Namun sayang, di masa itu terdengar desas-desus penghapusan kelas Bisnis secara bertahap. Muncul kelas baru yang diberi nama Premium. Banyak kereta kelas Bisnis yang kini sekarang berubah menjadi kelas Premium. Beberapa ada juga yang naik kelas dari Ekonomi biasa ke Premium. Seperti misal KA Kutojaya Utara, yang menjadi pilihan gue untuk pergi ke kampung halaman pada waktu itu.

Di hari pemberangkatan, ketika sampai di stasiun Pasarsenen, kereta yang gue nanti sudah terparkir di jalur satu. KA Kutojaya Utara menggunakan rangkaian kelas Premium terbaru dengan body kereta yang menggunakan bahan stainless steel. Gue beranjak masuk ke kereta nomer empat, kemudian duduk di kursi kelas Premiun berkapasitas 80 tempat duduk. Susunan kursi pada kereta kelas Premium ini sama seperti kelas Bisnis, yakni: 2-2. Interiornya terlihat elegan, bahkan lebih bagus dari interior kelas Bisnis. Namun yang sangat disayangkan adalah jarak antar kursi yang begitu mepet, sehingga dengkul menjadi mentok ketika duduk. Hal lain yang gue temukan di kelas Premium dengan membandingkan pada kelas Bisnis adalah kursi kereta yang nggak bisa diatur untuk searah dengan laju perjalanan kereta. Setengah seat dalam satu gerbong kelas Premium berjalan mundur, sementara setengahnya lagi berjalan searah dengan laju kereta. Pada waktu itu gue cukup beruntung karena mendapat seat kursi yang mengarah maju searah dengan laju kereta.

Nggak seperti dulu, perjalanan dari Jakarta ke Purwokerto kini bisa ditempuh dalam waktu enam jam saja. Selama perjalanan, kereta Kutojaya Utara hanya berhenti di stasiun tertentu saja. Nggak ada lagi silang susul kereta di stasiun, karena lintas Jakarta-Purwokerto kini sudah double track. Perubahan pelayanan kereta api begitu terasa dengan tiadanya pedagang asongan yang keluar masuk rangkaian menawarkan dagangannya. Kini hal itu digantikan oleh keberadaan Prama dan Prami yang menawarkan makanan atau minuman dari restorasi. Interior kereta juga terlihat bersih. Beberapa jam sekali akan ada petugas cleaning service yang akan mengumpulkan sampah dari penumpang di tiap-tiap kursi. Toilet kereta juga selalu dibersihkan agar penumpang merasa nyaman selama dalam perjalanan. Di tengah perjalanan, mata gue memandang ke arah luar jendela. Ada begitu banyak pemandangan hijau yang memanjakan mata. Lalu tiba-tiba ingatan itu muncul. Ingatan tentang masa kecil gue ketika naik kereta api. Banyak hal yang berubah dari pelayanan kereta api, sampai akhirnya gue mikir, mungkin nggak ada yang konsisten di dunia ini. Atau mungkin, satu-satunya yang konsisten adalah perubahan itu sendiri.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun