Mohon tunggu...
Dean Ardeanto
Dean Ardeanto Mohon Tunggu... Seniman - Atlet gundu profesional

Manusia biasa yang hobi menulis. Suka kentut sambil tiarap.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalaman Naik Kereta Api Semasa Kecil dan Dewasa

29 September 2022   18:06 Diperbarui: 29 September 2022   18:12 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEJAK kecil hal yang paling gue tunggu adalah ketika momen mudik lebaran tiba. Hal itu karena gue dan keluarga akan pergi ke kampung halaman, menggunakan jasa layanan kereta api. Tujuan kami adalah sebuah desa kecil di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Untuk sampai ke sana dengan kereta api, kami akan turun terlebih dahulu di stasiun Purwokerto, lalu kemudian lanjut menggunakan bus.

Kereta langganan gue dan keluarga adalah KA Purwojaya. KA Purwojaya memiliki relasi Gambir-Cilacap, dengan membawa rangkaian kelas campuran Eksekutif dan Bisnis. Pada era 2000-an, seingat gue KA Purwojaya diberangkatkan pagi dari stasiun Gambir. Lalu gue dan keluarga biasa menunggu datangnya kereta di stasiun Jatinegara. Stasiun Jatinegara kala itu juga masih melayani naik penumpang KA jarak jauh. Nggak seperti sekarang yang hanya melayani turun penumpang saja.

Setiap kali pergi menggunakan kereta api, gue dan keluarga selalu memilih naik di kelas Bisnis. Hal itu karena Bokap nggak tega naik di kelas Ekonomi yang penuh sesak, ketika pergi membawa anggota keluarganya. Pada masa itu, perjuangan Bokap untuk mendapatkan tiket kelas Bisnis begitu berat. Bokap sudah harus berada di loket stasiun sebelum jam empat pagi. Meskipun loket dibuka pukul enam pagi, namun antrian sudah begitu panjang mengular sampai keluar.

Hal yang paling gue ingat ketika naik kereta api kelas bisnis era 2000-an adalah banyaknya pedagang yang berseliweran di gerbong-gerbong. Kondisi gerbong juga terlihat tak begitu terawat. Kaca yang kotor, bau besi yang menyengat, kipas angin seadanya, dan toilet yang berbau amat pesing. Semua hal itu menemani perjalanan gue dan keluarga menuju ke kampung halaman. Soal bau toilet yang menyengat, Bokap pernah bergurau ketika habis dari toilet, dengan berkata, "Minyak wanginya harum bener!"

Gue lalu mikir dan bertanya dalam hati, "Kenapa Bokap habis dari toilet yang bau pesing malah nyium minyak wangi? Apakah hidung Bokap lagi kesumpel bulu keteknya sendiri?"

Setelah dewasa dan mengingat kembali hal itu, gue baru tahu bahwa ternyata Bokap sedang satire.

Pengalaman yang gue senangi ketika naik kereta kelas Bisnis era 2000-an adalah berdiri di bordes, membuka pintu, dan menikmati angin yang sepoi-sepoi. Biasanya gue melakukan itu ketika kereta sudah lepas dari stasiun Cirebon. Menikmati udara sejuk, melihat pemandangan hijau dengan background pegunungan, menjadi hal yang sangat-sangat menyenangkan. Pernah ketika kereta berhenti tertahan sinyal masuk stasiun (entah stasiun apa), kereta kebetulan berhenti di dekat saluran air yang begitu jernih. Saluran air jernih ini tentu berbeda dengan comberan depan rumah gue yang kotor, bau, dan menjadi sarang tikus. Gue ingat, pada momen itu gue bersama Bokap dan beberapa penumpang lain turun dari kereta untuk sekedar mencuci muka atau tangan, dari air yang jernih tersebut.

Pada era itu jalur dari Cirebon menuju ke Purwokerto masih single track. Sehingga kereta masih harus mengalami silang susul di stasiun. Biasanya kereta yang murah akan mengalah dengan yang harganya lebih mahal. Momen persilangan dan persusulan di masa itu menjadi sebuah kenangan manis yang sekarang sudah nggak bisa terulang kembali. Karena adanya jalur yang masih single track, perjalanan dari Jakarta ke Purwokerto menjadi begitu lama. Meski begitu gue sangat menikmati sekali perjalanan di masa itu karena bisa menikmati pemandangan di luar kereta dengan waktu yang lebih lama.

Kira-kira sekitar jam satu siang, KA Purwojaya tiba di stasiun Purwokerto. Gue dan keluarga turun dengan disambut nada instrumen lagu 'Di Tepinya Sungai Serayu' yang khas. Hal inilah yang membuat gue rindu pada kemegahan stasiun Purwokerto kala itu. Kami sekeluarga pergi berjalan ke arah pintu keluar stasiun, kemudian lanjut menggunakan bus menuju ke tujuan akhir kami Purbalingga.

Waktu berlalu. Ada begitu banyak hal yang berkembang di dunia. PT KAI pun mulai berbenah. Melalui tangan Pak Ignasius Jonan, selaku Direktur Utama PT. KAI kala itu, kereta api mulai memperbaiki pelayanannya. Hal-hal yang berubah di antaranya adalah keadaan stasiun yang steril, pemasangan AC di tiap-tiap gerbong kereta, tidak adanya pedagang asongan yang berlalu lalang, dan adanya Prami atau Prama bahkan di kereta kelas Ekonomi sekali pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun