Mohon tunggu...
Irpanudin .
Irpanudin . Mohon Tunggu... Petani - suka menulis apa saja

Indonesianis :) private message : knight_riddler90@yahoo.com ----------------------------------------- a real writer is a samurai, his master is truth, his katana is words. -----------------------------------------

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BUMN, Renta dan Rontok di Era Digital

19 Juli 2019   05:38 Diperbarui: 19 Juli 2019   07:57 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: katadata.co.id

Gojek mendapat suntikan dana dari Visa. Mudah ditebak, kucuran dana dari Visa merupakan apresiasi atas pengembangan Gopay.

Sebagai salah satu lembaga keuangan terbesar di dunia, Visa tentu tidak main-main mempercayakan sejumlah besar uangnya untuk mendukung Gojek. Para visioner melihat Gopay sebagai media pembayaran masa depan. Diperkirakan dalam sekian tahun ke depan, orang semakin meninggalkan uang cetak. Beralih ke pembayaran digital. Gopay adalah  kandidat raja, atau setidaknya salah satu pembayaran dominan, yang menggantikan Rupiah cetak.

Tanda-tandanya sangat kuat. Jika beberapa tahun lalu tidak terbayangkan orang membayar non tunai di warung pinggir jalan, hari ini pedagang kaki lima pun dapat menerima pembayaran non tunai. Tanpa batasan nilai, bayar Rp. 1000 pun diterima.

Core bisnis gojek sejak awal memang bukan bisnis transportasi, bukan pula bisnis pelayanan, tapi bisnis keuangan. Sebuah sistem pembayaran digital yang "menggantikan" dan mengendalikan Rupiah masa depan. Gopay sudah disiapkan dengan hati-hati. Ojek hanyalah pintu pembuka untuk mereka menguasai sistem keuangan melalui pembayaran Gopay.

Tumbuh dan melesatnya pembayaran digital di satu sisi cukup menggembirakan. Jika melihat dari sudut konsumen, hidup kita menjadi lebih sederhana. Singkirkan kartu kredit, tinggalkan kartu debet, dan buang uang receh, smartphone yang kita pegang mampu menggantikan semuanya. Pinjam uang pun bisa. Itu tentu sangat memudahkan kehidupan. 

Tapi dari sisi ketahanan moneter dan kedaulatan keuangan negara, itu bukan kabar yang cukup baik. Kita tahu uang bukan sekedar alat transaksi, melainkan alat kedaulatan negara.

Selain Gopay sekian perusahaan pengembang uang digital, terutama para pemain besar, merupakan lembaga swasta. Ovo bergandengan dengan Grab. Sangat kapitalistik.

Sebagai "pemilik rupiah", negara hanya menyumbang LinkAja yang merupakan gabungan dari beberapa sistem pembayaran digital BUMN. Tapi jika dibandingkan dengan Gopay dan Ovo, LinkAja seperti kurcaci yang sudah sulit bergerak di tengah himpitan para raksasa.

Apa yang membuat LinkAja tidak mampu berkembang? Padahal secara potensi, LinkAja sebetulnya amat sangat bisa menjadi penguasa uang digital di tanah air. T-Cash bahkan lahir jauh lebih awal. Tiba-tiba saja perusahaan antah berantah yang dimulai dari ruko-ruko kecil muncul, mereka tumbuh dan mengalahkan barisan perusahaan  besar yang didukung oleh negara.

Sebelum kelahiran LinkAja, BUMN seperti Telkomsel dengan TCash dan Bank Mandiri dengan MandiriCash, BRI, dan BTN, memiliki uang digital sendiri. Mereka bersaing dan membawa egonya masing-masing.  Seakan tidak sadar bahwa salah satu tugas BUMN, terutama yang bergerak di bidang keuangan, adalah menjadi garda negara untuk menjaga rupiah. Seandainya saja para petinggi BUMN itu mau mengesampingkan ego dan sejak awal membuat kesepakatan untuk menggabungkan sistem keuangan digitalnya, LinkAja (mungkin) memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin pasar. 

Bayangkan jika infrastruktur, jaringan, SDM, serta seluruh aset cair dan cashflow BUMN yang tergabung dalam LinkAja diberdayakan sejak awal, lalu dikelola dengan baik. Sayangnya itu tidak dilakukan.

Melihat perkembangan keuangan digital hari ini, saya menjadi ingat PT Pos Indonesia. Sekitar 10 atau 15 tahun silam, kita hanya mengenal PT Pos untuk mengirim barang dan dokumen.  Sebagai perusahaan kurir tertua, jaringannya luas hingga ke pelosok daerah paling dalam. Didukung oleh keuangan yang solid, SDM yang besar dan berpengalaman, PT Pos Indonesia adalah raja kurir,

Tapi lihatlah hari ini. Meskipun mampu bertahan, bahkan merespon dengan beberapa inovasi pelayanannya, PT Pos seperti tenggelam di tengah pertarungan perusahaan kurir swasta seperti JNE, J&T, Sicepat, Tiki, RPX, bahkan Grab atau Gojek.

Kesalahan PT Pos diulang oleh BUMN dalam merespon perkembangan bisnis uang digital. Para petinggi BUMN  lamban bergerak dan hanya berpikir text book. Mereka tidak mampu melihat perubahan zaman, sehingga mustahil bisa mengendalikan ke arah mana dunia ini akan digerakkan.

Sementara perusahaan seperti Grab dan Gojek digawangi oleh anak muda kreatif, lincah dengan pemikiran out of the box yang segar dan inovatif. Grab dan Gojek dibangun dengan visi, berfondasi kreatifitas, ditenagai dapur pacu semangat anak muda.

Tim kecil Gojek dan Grab bekerja siang malam. Mereka mampu bermanuver sangat lincah. Ibarat mobil balap di tengah kepungan truk-truk raksasa yang membawa kontainer. Hanya dalam hitungan bulan, mereka mampu menyalip para raksasa buta yang bergerak lamban itu.

Hasilnya, hari ini kita melihat rupiah mulai tergeser oleh uang digital yang nukleusnya dimiliki dan dikendalikan oleh pihak swasta. Semakin mengguritanya keuangan digital ini tentunya akan menggeser peran negara sebagai pencetak uang. Lebih-lebih BUMN, perannya akan semakin terpinggirkan oleh perusahaan swasta. Apalagi BUMN sering bertindak seperti penguasa otoriter, anti kritik  dan enggan melakukan evaluasi.

Jangan heran kalau kita akan semakin sering mendapatkan berita BUMN merugi, atau mungkin santernya berita pengurangan karyawan BUMN. Karena fasilitas dan gaji selangit para direktur serta manajemennya, membuat para petinggi BUMN cenderung "mencari selamat" dengan memoles laporan-laporan keuangan dan kinerjanya. Realitanya bisa jadi jauh panggang dari api.

Jika pengelolaan BUMN masih menggunakan cara-cara lama yang kaku dan tidak inovatif. Apalagi kalau hanya mengandalkan privellege dan keistimewaan dari negara, jangan heran jika di era digital ini semakin banyak BUMN yang kerdil dan rontok. Meski pun BUMN tersebut diamanahkan memegang bidang yang strategis.

Bogor, 19 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun