Masyarakat Indonesia kebanyakan masih percaya kalau produk luar negeri alias import memiliki kualitas yang lebih baik daripada produk lokal. Makanya tidak heran kalau lama kelamaan banyak brand luar negeri yang menguasai pasar di Indoneisa. Tidak hanya brand aslinya, produk kwnya pun banyak bermunculan dari negara tetangga.Â
Padahal, hal ini berdampak buruk pada perekonomian Indonesia. Tingginya daya beli brand luar, membuat produk lokal kalah bersaing. Apalagi umkm biasanya tidak memiliki modal yang kuat hingga banyak umkm yang pada akhirnya bangkrut.Â
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini karena umkm menyerap banyak tenaga kerja, menciptakan lapangan kerja, dan berkontribusi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB).Â
Coba bayangkan, bagaimana jadinya kalau umkm bangkrut karena kalah bersaing dengan produk import? Tentunya hal ini akan berdampak pada banyaknya pengangguran di Indonesia karena tidak ada lapangan kerja.Â
Sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, sayangnya umkm seringkali menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal keuangan yang menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan usaha.
Tantangan keuangan yang sering dihadapi umkm:
1. Akses Terbatas ke Pembiayaan
Salah satu tantangan terbesar bagi umkm adalah kesulitan dalam mengakses modal dan pembiayaan. Banyak umkm kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan formal karena persyaratan yang rumit, kurangnya agunan, dan riwayat kredit yang terbatas.Â
Hal ini menghambat kemampuan mereka untuk mengembangkan usaha, membeli peralatan baru, atau meningkatkan produksi.
2. Manajemen Keuangan yang Kurang Optimal
Banyak pelaku umkm yang belum memiliki pemahaman yang cukup tentang manajemen keuangan. Pencampuran keuangan pribadi dan bisnis, kurangnya pencatatan keuangan yang rapi, dan perencanaan keuangan yang buruk adalah masalah umum.Â
Padahal kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengelola arus kas, menghitung laba rugi, hingga mengambil keputusan keuangan yang tepat.