Mohon tunggu...
Dea Ayu
Dea Ayu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Sekolah

mahasiswa yang sedang mengisi waktu luang untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penghujung Waktu

19 September 2022   08:29 Diperbarui: 19 September 2022   08:30 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: lifestyle kompas.com

Sekian purnama terlewati, si tua ini tetap sendiri. Tak ada satupun dari ke 5 anakku yang sudi untuk pulang. Hanya sekedar menghabiskan secangkir teh dan sepiring singkong yang di jejali dengan perbincangan hangat antara ayah dengan anaknya. Apakah sibukmu telah mengubur rindu untukku? Tak pernah terbayang masa tua yang menyedihkan, anak yang kubesarkan dengan penuh kasih sayang, kukorbankan jiwa dan raga untuk kehidupan yang lebih baik kedepannya. Ternyata aku salah besar, kasih sayangku tak bisa mendidik mereka menjadi anak yang berbakti.

suara adzan ashar berkumandang,aku bangkit dari tidur lalu mengambil air wudhu dan bergegas pergi ke masjid. Adzan kali ini berbeda, suara muadzin menggema, merdu hingga membuat hatiku berdenyar syahdu.

Sesampainya dimasjid, mata tua ku menangkap sosok pemuda berpawakan tinggi. Ia mengenakan baju koko putih yang berpadu dengan sarung coklat, dan tak lupa kopyah hitam dikepalanya. Aku menghampirinya yang duduk bersila, tangannya bermain tasbih sedangkan bibirnya komat-kamit berdzikir. Aku duduk tepat disampingnya. Menyadari kehadiranku, pemuda itu mengangguk,memberi salam hormat. 

"suaramu sangatlah merdu nak." pujiku terang-terangan. Ia menjawab dengan senyuman. kami terlibat percakapan singkat, hingga sholat berjamaah dimulai.

Karena Pak Hji sedang tidak ada, maka para jamaah sepakat memilih pemuda itu untuk menjadi imam. Awalnya ia menolak, tapi akhirnya setuju setelah dibujuk beberapa kali. Bacaan sholatnya sangat indah dan fasheh, memang tak di ragukan lagi, karena ternyata pemuda ini adalah lulusan pesantren, anak dari kepala desa. 

kebiasaanku setiap hari adalah berada di masjid. Dari ashar sampai isya' aku tetep berada di masjid. Lalu pulang sekitar pukul 20:30. Aku selalu senang menghabiskan waktu dimasjid, menikmati kesunyian nan damai. 

Hingga masuk waktu ashar lalu beralih ke maghrib. Pemuda itu tetap menjadi imam. Aku benar-benar terkesima dengan kepribadian nya. Aku sempat mendengar saat ia memebaca al-quran, begitu merdu dan menentramkan jiwa. Mungkin jika dulu aku mengajarkan agama kepada anak-anakku, mungkin mereka akan seperti pemuda itu. Bahkan tutur katanya lembut, ia sopan dan santun. Mungkin karena merasa diperhatikan, ia menghampiriku. Lalu mengambil duduk di tiang sebelahku. 

"pak, apa kau mau kuantarkan pulang? kulihat sedari tadi kau tak beranjak dari masjid. Sepertinya kau kelelahan." tuturnya padaku.

Lagi-lagi aku dibuat kagum olehnya. Di zaman sekarang sangatlah jarang ditemui pemuda berbudi pekerti sepertinya.

"terimakasih, Tak usalhlah kau repot-repot mengnatarku pulang. Aku memang suka menghabiskan waktu di masjid. Sambil menunggu waktu isya', maukah kau menemani kakek tua ini berbincang?" tanyaku padanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun