Mohon tunggu...
djarot tri wardhono
djarot tri wardhono Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis apa saja, berbagi dan ikut perbaiki negeri

Bercita dapat memberi tambahan warna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seket, Menjadi Lebih Dekat dengan Ilahi

3 Februari 2021   05:02 Diperbarui: 3 Februari 2021   05:07 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konsep perjalanan hidup yang ditandai dengan penanda usia, dikenal di masyakat Jawa juga diingatkan dalam Agama. Istilah semua ada masanya sendiri (kabeh ana wayahe dhewe-dhewe) merupakan konsep hidup yang ditandai dengan angka-angka yang ditempuh berdasarkan umur. Perlambang ini ditengarai dalam nama yang disematkan dalam satuan angka.

Menginjak usia 20-an tahun diungkapkan dengan sebutan likuran (dua puluhan). Istilah ini konon merupakan kependekan dari li – linggih (duduk) dan kur – kursi, atau duduk di atas kursi. Ini bermakna, hidup dimulai di umur ini, dimana dalam jurun waktu ini orang telah selesai sekolah dan memulai menjalankan pekerjaan sebagai bekal dalam kehidupan selanjutnya, tanggung jawab kepada keluarga. Orang mulai duduk bersama karirnya. 

Dalam tahapan ini ada istilah yang berbeda dalam menyebutkan tahap usia di 25 tahun dengan kata selawe (dua puluh lima). Di usia tersebut, dalam mitologi Jawa, dianggap orang telah mencapai taraf mental dan psikologi yang matang dan siap untuk berumah tangga. Selawe diakronimkankan dari se – (seneng-senenge/masa senang) – la (lanang/laki-laki) – we (wedhok/wanita), sebagai pertanda kesiapan menjalin hubungan antar laki-laki dan wanita.

Selanjutnya, istilah yang berbeda dan anomali adalah pada saat usia 50 tahun, seket (lima puluh) dan usia 60 tahun, sewidak (enam puluh). Kedua rentang umur tersebut, orang mencapai kematangan karir dan di sisi lain juga mengalami matang secara hidup. Telah melewati asam - manis kehidupan. Dalam tingkat usia seket, se (seneng) – ket (kethuan/kopiah), sebagian orang telah mempersiapkan bekal untuk “kehidupan” selanjutnya. Sebagai pertanda, telah mulai mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dalam bentuk ibadah.

Selanjutnya, sewidak, se – (sejatine/sejatinya) – wi (wis/sudah) – dak (tindak/pergi). Dari frasa sejatine wis (wayahe) tindak, bahwa tahap kehidupan sudah akan mencapai tahap akhir, yaitu kematian. Berdasarkan data BPS 2019, angka harapan hidup laki-laki di Indonesia adalah 69,4 tahun, dan ini masuk dalam rentang sewidak. Berbeda dengan wanita, yang lebih pajang di usia rata-rata 73,3 tahun.

***

Dalam agama Islam, usia 40 tahun dianggap sebagai usia keemasan dalam hidup baik dalam hal bertindak maupun berpikir. Ini mengacu pada usia Nabi saat mendapatkan wahyu pertama kali di Gua Hira’.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : "Seorang hamba yang muslim apabila usianya mencapai empat puluh tahun, Allah meringankan hisabnya; dan apabila usianya mencapai enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki Inabah (kembali ke jalan-Nya). Dan apabila usianya mencapai tujuh puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Dan apabila usianya mencapai delapan puluh tahun, Allah SWT. menetapkan kebaikan-kebaikannya dan menghapuskan keburukan-keburukannya. Dan apabila usianya mencapai sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang akan datang, dan mengizinkannya untuk memberi syafaat buat ahli baitnya dan dicatatkan (baginya) di langit, bahwa dia adalah tawanan Allah di bumi-Nya". (HR Ahmad).

Dalam hadist tersebut, tidak menyebutkan 50, seket, namun penekanan pada usia 40 tahun, 60 tahun, 70 tahun dan 80 tahun. Dan memang ditekankan dalam usia-usia tersebut, terdapat keberkahan apabila kita menjalankan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam rentang usia tersebut, ditandai dengan tumbuhnya uban. 

Uban sebagai pertanda usia manusia telah menua. Sehingga terdapat syair yang berbunyi ‘Diturutinya semua yang disukainya sehingga uban telah menghiasi kepalanya. Dan manakala uban telah memenuhi kepalanya, ia berkata kepada kebatilan, "Menjauhlah dariku”.’ Syair yang menunjukkan bahwa uban sebagai penanda bahwa manusia sudah cukup melakukan hal yang menyenangkan, sebelum masuk ke tahap “seket” dan “sewidak”.

Usia panjang menjadi harapan banyak orang, namun menurut Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ Ulumiddin, disampaikan bahwa “Setiap kita, setiap manusia, semakin bertambah umur, semakin suci pila jiwa kita dari penyakit-penyakit jiwa. Jiwa yang bersih adalah jiwa yang tenang, jiwa yang bahagia, jiwa yang tidak mudah galau dan resah oleh aneka ujian kehidupan”. Itulah hakekat sesungguhnya usia panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun