***
Ademe gunung merapi purba/ Melu krungu swaramu ngomongke opo/ Ademe gunung merapi purba/ Sing neng langgran Wonosari Yogjokarto
“ke Ijen, yuk”, tiba-tiba kamu memecahkan keheningan, “blue fire yang ingin kulihat”. Keputusan yang tak kunyana. Di tengah gerimis, dan di ujung pelabuhan. Kukira kamu akan memutuskan menyeberang. Gilimanuk hanya 45menit perjalanan ke seberang sana. Dan kita telah berdiri di pinggir pelabuhan. Pilihan yang tak kuduga, di saat kita sudah di pinggir pantai sejak malam. Kubayangkan kawah berwarna hijau-kebiruan terbentang luas di hadapanku. Asap putih menyembul dari permukaannya. Bau belerang yang menusuk, akan kubau. Bayangan perjalanan terjal ke gunung itu.
“Masih ada waktu”, kataku, “kita bisa santai di sini siang ini”. Tujuan kita ke Paltuding, letak Kawah Ijen. Dari beberapa orang yang kutanya, memang perjalan dimulai malam. “Kita berangkat malam”, aku timpali, “jam sebelas malam”. Angin malam, angin gunung, kuperkirakan akan menemani malam kita.
Ademe gunung merapi purba/ Melu krungu swaramu ngomongke opo/ Ademe gunung merapi purba.
Suara dering telepon, membuyarkan lamunku. Dering itu untuk kamu, dan kamu angkat telepon.
“Aku harus kembali, dengan pesawat hari ini”.
“Antar ake ke blimbingsari”, pintamu, “aku cari tiket pulang”.
Aku tak tau kenapa tiba-tiba kau ingin pulang.
“Aku antar”, jawabku lemas, tanpa banyak tanya apa alasanmu. Akhirnya kita bergegas ke bandara. Ternyata masuk daftar tunggu untuk keberangkatan hari ini.
“Kita tunda sehari, lusa aku kembali ke blambangan”, janjimu.