Mohon tunggu...
Aldyon Restu Azkarahman
Aldyon Restu Azkarahman Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Peternak dan pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Idul Adha, Napak Tilas dan Pandangan

25 September 2015   00:03 Diperbarui: 25 September 2015   13:15 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Allahuakbar, Allahuakbar, Laa ila ha ilallah Allahu akbar. Allahu akbar walilla il hamd.

 

dari harianlampung.co.id

Alhamdulillah, pada tanggal 23 dan 24 September tahun 2015 ini kita masih dapat menunaikan ibadah Idul Adha atau biasa disebut juga dengan Idul Qurban: ibadah yang telah diajarkan oleh Nabi kita Ibrahim a.s. kepada kita semua selaku umatnya, melalui ritual kurban, untuk menanggalkan segala bentuk keraguan dan meneguhkan iman pada Allah Azza wa Jalla sesuai dengan yang sudah dijelaskan pada QS Ash-Shaffat.

Ibadah Idul Qurban yang dulu diserukan oleh Nabi Ibrahim di hamparan gurun pasir dengan jumlah penduduk yang masih sedikit kini telah diikuti oleh jutaan orang di berbagai belahan dunia. Ibadah yang rutin dilakukan setiap tahun dan membentuk kebudayaan tersendiri pada tiap-tiap negara termasuk juga negara kita tercinta ini, Indonesia.

Bagaimana di Indonesia sebagai negara kepulauan, budaya Idul Adha mampu mempererat tali silaturahmi, memanggil kembali sanak saudara yang sudah pergi jauh untuk pulang dan berbagi kebahagiaan. Jika dirasa terlalu lebay, setidaknya kerukunan antar warga dapat acap terlihat ketika mereka bergotong mengatur manajemen qurban, mulai dari pengumpulan hewan qurban, penyembelihan hewan qurban dan pembagian daging qurban. Media silaturahmi untuk masyarakat dari berbagai kelas tersedia di hari libur Idul Qurban ini. Pada sektor ekonomi, Idul Qurban dapat dengan berhasil membawa pergerakan uang yang banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan menuju daerah desa, metode pemerataan ekonomi yang sangat baik. Saya yakin jika saya teruskan, dampak baik dari budaya Idul Qurban ini akan sangat panjang, mungkin jika teman menginginkan, teman bisa menambahkan dampak baik Idul Qurban pada kolom komentar dibawah.

dari antarafoto.com

Pada kondisi ekonomi yang kurang baik ditambah dengan sikap wakil rakyat yang sering kali membuat kita mengelus dada ini, budaya Idul Qurban juga dapat sedikit membantu menjaga harga diri bangsa kita melalui perbaikan konsumsi daging yang sangat menyedihkan. Berdasarkan data dari BPS, di tahun 2014 konsumsi daging unggas dan sapi perkapita dalam satu minggu adalah 0,091 kg hal ini berarti konsums daging unggas dan sapi kita dalam setahun hanya 4,368 kg, dapat dibayangkan jika sekitar 1-2 kg dari data tersebut berasal dari kantong berisi daging kurban. Tak perlu sekiranya kita membandingkan dengan negara adi daya seperti Amerika, dibanding dengan tetangga kita Filipina, dengan tren yang terus meningkat, konsumsi daging kita hanya sepertiga-nya di tahun 2010.

Namun tak perlulah lalu kita bermuram durja, jangan juga kita terus menciut dan meneruskan sikap dari mental inlander. Setidaknya kita jadi tahu seberapa berpengaruhnya budaya Idul Qurban bagi negara kesayangan kita ini.

Berdasarkan pentingnya Idul Qurban seperti yang telah kita bahas, ada baiknya kita meninjau bagaimana budaya ini berjalan. Seiring berjalannya waktu, i’tikat baik untuk terus istiqomah dalam menjalankan ibadah Idul Qurban dapat banyak terlihat melalui perbaikan ritual qurban. Mulai dari modernisasi lembaga amal terkait dalam hal kemudahaan akses sampai dengan perbaikan penyaluran, hingga pada perbaikan pada pemasaran ternak oleh petani ternak (bahkan kini sudah tersedia e-commerce peternakan, sungguh hal yang luar biasa).

Perbaikan ini merupakan pertanda yang bagus, yang saya harap tidak sampai melupakan hal-hal fundamental pelaksanaan ibadah Idul Qurban. Jangan sampai nanti dengan semakin mudahnya akses melalui teknologi dan internet, interaksi antar saudara seiman sampai berkurang dan meningkatnya kebutuhan pasar akan tenak membuat ternak qurban mengalami objektifikasi sehingga hanya dianggap sebagai komoditas dan lupa bahwa mereka juga mahluk hidup. Bukan saya bermaksud jadi ke barat-baratan, tapi memang kesejahteraan hewan qurban sangat rendah. Toh¸bukankah agama kita tidak mengajarkan untuk itu? Bukankah Nabi Ismail a.s. yang awalnya akan “diqurbankan” diperlakukan dengan sangat baik oleh sang Ayah, Nabi Ibrahim a.s.?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun