Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ester Oktovina Warikar: Dari Papua Ke Monash University, Australia

23 Februari 2025   07:42 Diperbarui: 23 Februari 2025   09:14 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ester di depan kampusnya (sumber pribadi)

Meski lahir dan besar di Jayapura, saya sendiri orang Biak. Saat ini, sementara menempuh kuliah S2 di Master of Education in Digital Learning di Monash University, Australia. Selain fokus dalam perkuliahan, saya juga aktif sebagai relawan mentor pendaftaran LPDP di Tim Baku Bantu, khususnya untuk saudara-saudara dari Papua dan wilayah afirmasi. Kegiatan ini menjadi salah satu hal yang saya sukai karena bisa menjadi saluran berkat bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi. Saya sendiri pernah mendapatkan bimbingan Kak Dayu dari Beasiswa Timur, sehingga merasa perlu untuk melakukan hal yang sama: membantu orang lain.

Mendalami digital learning

Selepas lulus kuliah, saya merasa sudah menemukan passion saya, yaitu nantinya mau menjadi dosen yang mengajar dan mengaplikasikan penggunaan teknologi secara aktif dalam proses belajar mengajar. Saat S1 masih dalam fase "abu-abu", di mana saya belum yakin dengan arah kontribusi yang ingin diambil. Walaupun jurusan S1 dulu menawarkan banyak peluang kerja, saya menyadari bahwa passion saya bukan di situ. Oleh karena itu, setelah menemukan minat saya itu, saya memilih untuk segera melanjutkan S2, agar semangat belajar yang masih menggebu-gebu bisa menjadi modal dalam mengejar tujuan sebagai pendidik yang aktif menggunakan teknologi dalam pembelajaran.

Dari passion saya itulah, akhirnya saya memilih S2 di bidang Digital Learning karena saya memiliki pengalaman mengajar nonformal, baik di Sekolah Minggu maupun saat KKN individu. Salah satu pengalaman mencerahkan adalah ketika menerapkan program mengajar bahasa Inggris secara online melalui Instagram selama KKN. Dari sini, saya menyadari bahwa teknologi dapat memperluas jangkauan pendidikan dan membuat pembelajaran lebih menyenangkan.

Karenanya saya ingin berkontribusi dalam transformasi pendidikan dengan mengembangkan metode pembelajaran berbasis teknologi yang lebih interaktif dan efektif. Salah satu langkah yang ingin saya ambil adalah menjadi pengajar bagi calon guru, sehingga mereka lebih sensitif dan adaptif terhadap penggunaan teknologi dalam mengajar. Saya percaya bahwa generasi penerus harus dibekali dengan keterampilan ini sejak dini, agar ke depannya mereka mampu mengembangkan dan menyesuaikan teknologi pendidikan dengan konteks lingkungan tempat mereka mengajar.

Awal mula ketertarikan

Sejak semester pertama di Universitas Papua, saya sudah sering mengikuti sosialisasi LPDP dari alumni jurusan yang juga penerima beasiswa ini. Hal ini membuat saya lebih familiar dengan LPDP dan semakin yakin untuk mencoba melanjutkan studi melalui jalur beasiswa ini. Ketika lulus S1, LPDP membuka jalur khusus Putra Putri Papua, yang memberikan peluang lebih besar bagi saya. Waktu itu saya berpikir, jika kesempatan ini telah tersedia, maka saya harus mencobanya, terlepas berhasil atau tidak. Karena kalau gagal, saya bisa belajar dari prosesnya.

Dalam proses seleksi LPDP, saya banyak belajar bahwa membangun komunikasi dengan para awardee dan alumni sangatlah penting. Meskipun ada panduan resmi, tetap saja akan ada hal-hal membingungkan selama seleksi. Memiliki mentor sangat membantu dalam memahami prosesnya. Salah satu hal benar-benar mengubah pola pikir saya adalah sesi mentoring dan penulisan esai LPDP. Sebelum mengikuti seleksi, saya masih memiliki pola pikir yang "mengikuti arus", tetapi melalui proses ini saya dipaksa untuk lebih visioner dan memiliki tujuan hidup yang jelas. Ini membuat saya semakin yakin dengan keputusan dan rencana masa depan.

Meskipun tidak mengalami kendala teknis selama pendaftaran, ada satu tahap yang membuat saya ragu, yaitu seleksi skolastik. Saya merasa banyak soal sangat berbeda dari apa yang saya pelajari sebelumnya. Namun, saya tetap memilih untuk tenang dan mengerjakan hingga akhir, dan Puji Tuhan, ketika skor keluar, hasilnya berada di atas standar kelulusan.

Kesan di Australia

Kuliah dan mengerjakan tugas-tugas selama di Australia begitu berkesan. Sebab saya belajar untuk lebih kritis dalam menilai suatu hal. Saya diajarkan untuk berpikir lebih kritis, misalnya menilai sesuatu dari dua sisi agar kesimpulan yang diambil tidak bias. Juga belajar untuk tidak berlarut dalam hal yang saya kategorikan sebagai "kegagalan" padahal itu masih di tahap proses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun