Mohon tunggu...
Dayu Rifanto
Dayu Rifanto Mohon Tunggu... Dosen - @dayrifanto | Menulis, membaca dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mahasiswa S3 Pendidikan Masyarakat. Fasilitator, penulis dan penggerak literasi. Mengelola inisiatif literasi, pengembangan kapasitas diri dan perpustakaan anak. Surel dayurifanto@gmail.com | linktr.ee/dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Lima Sahabat dari Tiom, Papua

25 November 2021   06:49 Diperbarui: 25 November 2021   06:51 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dayu Rifanto

Lima Sekawan dari Tiom : Sebuah Kisah Tentang Petualangan Anak

Judul : Lima Sekawan dari Tiom

Penulis : Dyah Rudhini

Penerbit : Libri

Ilustrasi : Ammar Fauzi

Terbit tahun 2016

80 Halaman

"Panggilan hati sang ayah membuat sebuah keluarga memutuskan pindah ke sebuah tempat baru dengan pemandangan alam yang memukau dan hal ini mempertemukan Bayu berkenalan dengan teman -- teman barunya." 

Buku kecil ini adalah sebuah hadiah dari seorang kawan asal Ambon, yang bekerja di Bali tetapi kemudian ia ditugaskan di Wamena. Karena ke Papua, ia mengingat saya, sahabatnya yang suka mengumpulkan buku bacaan anak berlatar Papua, sehingga buku ini ia simpankan untuk saya, terima kasih banyak teman.

Bicara soal cerita anak dan remaja yang menggunakan latar di Papua, atau sosok anak Papua dan dengan tokohnya anak lelaki mengingatkan saya pada beberapa buku antara lain ada "Genderang Perang dari Wamena" (1972, Djokolelono, Pustaka Jaya), "Beirbit Anak Kampung Beupis" (Harianto, Mitra Gama Widya, 1997), "Tragedi Lembah Mimika" (Barmin, Enkazet, 1997), "Sahabat dari Asmat" (Dewi Syafriani, Ganeca Exact Bandung, 1992), "Osakat Anak Asmat" (Ani Sekarningsih, Balai Pustaka, 1996) maupun yang cukup baru seperti "Wampasi dan Lumba -- lumba yang Terluka" (Wahyu Anisa, Kautsar, 2014), juga "Misteri Hilangnya Penyu di Pulau Venu" (Wini Afiati, 2020). Semuanya bercerita dengan tokoh anak lelaki. Yang menggunakan sudut penceritaan anak perempuan sependek pengetahuan dan pencarian yang saya dapatkan, mungkin baru buku Mageline dari Suminka (Dzikry El Han, Kemdikbud, 2018).

"Melalui tokoh lelaki, Bayu, kita akan dibawa bergerak menikmati jalinan penceritaan. Mulai dari membiasakan diri dengan daerah Tiom, mengenal kebiasaan anak -- anak kecil teman sepermainan Bayu yang bermain di wahana yang berbeda jauh dengan kebiasaan bermain Bayu, karena mereka akan bermain di kali yang jernih, perbukitan yang hijau dan indah serta persahabatan yang tulus murni antar anak manusia. Suatu ketika, Ayah dari tokoh cilik kita bernama Bayu, ingin menjadi petugas kesehatan bagi orang -- orang yang tinggal di daerah terpencil. 

Itu sebabnya, ia memboyong istri dan anaknya ke desa Tiom di Papua. Sejak kepindahannya itu, hidup Bayu berubah. Tadinya, ia tinggal di kota besar yang ramai dan lengkap fasilitasnya. Kini, ia harus tinggal di desa kecil yang jauh dari hiruk pikuk keramaian. 

Teman -- teman lama pun harus berganti teman baru, sementara anak -- anak di tempat tinggalnya yang baru, punya kebiasaan yang berbeda dengannya. Lima Sekawan dari Tiom adalah Boas, Yop, Matius, Mardi dan Phillip yang akan menjadi teman sepermainan Bayu, teman baru mereka dari Jakarta.

Kisah dalam buku yang terdiri dari 10 bab ini akan disertai juga dengan 7 lembar aktivitas permainan yang dapat dimainkan oleh para pembaca muda, saat selesai membaca buku ini. Hal menarik dari lembar aktivitas itu, dia memperkenalkan abjad bahasa isyarat yang menggunakan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia atau SIBI dan para pembaca diminta memecahkan sebuah kata menggunakan bahasa isyarat ini. Selain itu, juga diberikan daftar istilah kata, sehingga hal ini memudahkan kita mengetahui istilah -- istilah baru yang kita temui.

Menggunakan alur maju dalam penceritaan kisahnya, dimulai dari saat Bayu tiba di Wamena dan berpindah ke Tiom, sebuah tempat dengan perjalanan 4.5 jam dari Wamena menggunakan mobil. 

Ia mengalami proses adaptasi terhadap lingkungan sekitar yang jauh berbeda dengan tempatnya tinggal dahulu. Tiom sangat luas, jarak satu kampung ke kampung lainnya bisa berkilo -- kilo meter. Perlahan Bayu menemukan dunia yang menyenangkan ketika bertemu dengan teman -- teman baru di lingkungan sekitar ia tinggal. Dari sini kemudian cerita mengalir memperlihatkan hal -- hal menarik yang ada di Tiom, melalui aktivitas pertemanan ini.

Penamaan judul lima sekawan, terus terang mengingatkan saya pada karya -- karya Enid Blyton, walau sebenarnya jika dihitung, ada 5 teman baru Bayu dari Tiom, dan dengan Bayu sendiri yang sudah tinggal di Tiom sehingga harusnya menjadi 6 sekawan dari Tiom, mengingat Bayu sudah pindah tinggal di Tiom. 

Selain berbagai permainan di alam Tiom yang anak -- anak ini mainkan, kita juga akan dibawa menemukan hipere, honai, bakar batu serta suara pikon yang memecah keheningan, sambil membayangkan anak -- anak yang sedang berbaring di rerumputan hijau, ditemani semilir angin yang bertiup sepoi -- sepoi serta memandang horizon yang luas di atas sana. Oh, indahnya!

Tapi di antara kesenangan -- kesenangan itu, hadir pula pertanyaan -- pertanyaan getir yang mungkin sudah usang tetapi terus relevan. Masih adanya anak sekolah usia 11 tahun tetapi masih kelas 2 SD, guru -- guru yang jarang datang mengajar ke sekolah. 

Hingga pada suatu ketika, Boas begitu merasa sedih karena jarang bisa bersekolah sedangkan impian begitu tinggi di kepalanya. Ia pun berkata dengan lantang "Kita tinggal di desa (kampung), tetapi kita tidak boleh jadi orang bodoh ujarnya".

Pada bagian ini, saya berhenti membacanya. Mengambil jeda, waktu terasa lambat dan berat berputar, ia seolah memaksa saya mengingat kemarin pagi di pojok jalan menuju rumah, saya menemukan anak - anak menggendong karung, berlarian, berkejaran di jalanan dengan tangan menggenggam sesuatu yang kadang begitu saja mereka menghirupnya, tanpa malu dan rikuh atau takut. 

Saya merasa berat menjawab ucapan lantang Boas, apakah harus diberikan semangat optimisme menggebu - gebu, ataukah apa, entahlah. Siang itu saya berhenti membaca dulu dan memilih menuliskannya dalam catatan kecil. Semoga selanjutnya Anda berkenan membaca buku ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun