Mohon tunggu...
Dayu Rifanto
Dayu Rifanto Mohon Tunggu... Dosen - @dayrifanto | Menulis, membaca dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mahasiswa S3 Pendidikan Masyarakat. Fasilitator, penulis dan penggerak literasi. Mengelola inisiatif literasi, pengembangan kapasitas diri dan perpustakaan anak. Surel dayurifanto@gmail.com | linktr.ee/dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buku Kontekstual dan Pendekatan Pendidikan dari Wamena & Sorong.

17 November 2021   05:21 Diperbarui: 25 November 2021   06:46 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dayu Rifanto

Belantara Papua di Sorong juga mengemas sebuah metode menggunakan sebuah pendekatan dari buku bacaan ajar baca tulis dan hitung berjudul "Itu Dia". 

Pada sebuah kesempatan diskusi, Danarti Wulandari, salah satu penggagas Bunga Papua, ia menceritakan bahwa Bunga Papua didirikan dengan melibatkan mama-mama serta orang tua dari siswa-siswa yang mengalami kendala membaca di sekolah dasar, terutama anak-anak Papua. Mama-mama menjadi fasilitator belajar membaca dan mendampingi anak-anaknya. 

Jika didampingi secara intensif, mereka mampu membaca dalam kurun waktu 1-2 bulan saja. Hal ini merupakan sebuah upaya yang mereka lakukan sebab masih menemukan ada saja  anak-anak tak lancar membaca, bahkan tak mampu membaca walau sudah ada di kelas atas saat bersekolah di sekolah dasar.

Buku-buku ini sederhana, mudah digunakan, dan disesuaikan dengan para pembaca Papua. Di dalam buku tersebut, struktur bacaan dimulai dari sebuah cerita pendek (memulai konteks) sebagai pendahuluan dan berakhir dengan pembelajaran suku kata.

Tantangan yang Harus Disiasati

 Ketidakmampuan membaca ini mengingatkan saya pada sebuah teori yang bernama "Efek Mathew" yang dikutip pada laporan LIPI "Darurat Literasi Membaca di Kelas Awal". 

Artinya, dampak dari siswa yang tidak bisa membaca dengan baik di kelas awal akan kehilangan motivasi, hanya mampu menyerap sedikit informasi, serta tidak mampu memahami informasi yang kompleks. Akibatnya, siswa bukan hanya gagal belajar, melainkan berpotensi besar mengulang kelas bahkan tidak melanjutkan pendidikan. 

Sebuah penelitian terhadap pelajar Amerika Serikat mengungkapkan, para pelajar yang tidak dapat membaca lancar di akhir kelas 3 sekolah dasar memiliki risiko empat kali lebih besar meninggalkan bangku sekolah (drop out) tanpa mendapat ijazah dibandingkan mereka yang lancar membaca. Sehingga, "Efek Matthew" mengacu pada gagasan bahwa pembaca yang baik membaca lebih banyak dan menyebabkan mereka menjadi pembaca yang lebih baik.

Sebaliknya, pembaca yang buruk menghindari membaca, yang berdampak negatif pada pertumbuhan kemampuan membaca mereka. Hal ini menyebabkan jurang antara pembaca yang baik dan pembaca yang buruk semakin lebar. Istilah "Efek Matthew" pertama kali digunakan dalam bidang ilmiah untuk menjelaskan bagaimana ketika dua ilmuwan secara mandiri melakukan pekerjaan yang sama, ilmuwan yang lebih terkemuka sering kali menerima penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan oleh ilmuwan yang kurang dikenal. 

Belakangan, peneliti ilmu kognitif Keith Stanovich menerapkan istilah ini pada membaca ketika dia mengamati efek dari keterampilan membaca yang buruk pada semua bidang kehidupan akademik siswa.

Anak-anak yang merupakan pembaca yang baik mengalami lebih banyak kesuksesan dan mereka didorong oleh kesuksesan itu untuk membaca lebih banyak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun