Mohon tunggu...
Dayu Rifanto
Dayu Rifanto Mohon Tunggu... Dosen - @dayrifanto | Menulis, membaca dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mahasiswa S3 Pendidikan Masyarakat. Fasilitator, penulis dan penggerak literasi. Mengelola inisiatif literasi, pengembangan kapasitas diri dan perpustakaan anak. Surel dayurifanto@gmail.com | linktr.ee/dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buku Kontekstual dan Pendekatan Pendidikan dari Wamena & Sorong.

17 November 2021   05:21 Diperbarui: 25 November 2021   06:46 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dayu Rifanto

Pendekatan ini menghasilkan temuan potret aktivitas literasi membaca dari 34 Kabupaten, yang secara singkat, Papua dan Papua Barat menjadi dua daerah yang menghuni peringkat terbaik dari bawah. 

Dimensi kecakapan yang merupakan dimensi dengan pencapaian tertinggi ini juga menjadi sebuah pertanyaan lanjutan. Mengingat dimensi ini hanya ada dua indikator di dalamnya, yaitu "rata-rata lama sekolah" dan "melek huruf latin", hal ini dapat menjadi sebuah pertanyaan lanjutan bahwa melek huruf belum tentu artinya ketika membaca, orang tersebut akan paham dengan apa yang dibaca. Ini yang disebut buta huruf fungsional.

Jika ditarik ke dalam konteks Papua, seperti diberitakan oleh kabar24bisnis.com "2,9 Juta Warga Indonesia Buta Huruf, Terbanyak di Papua" -- 4 September 2021, Papua adalah penyumbang terbesar buta huruf pada tahun 2020, dan jumlahnya meningkat 1 persen dari tahun sebelumnya. 

Secara nasional, terdapat 10 provinsi 10 provinsi yang menyumbang paling tinggi dan di atas rata-rata nasional, yaitu 1,71 persen. Semuanya adalah Papua (22,03 persen), NTB (7,52 persen), Sulbar 4,46 (persen), NTT, , Sulsel, Kalbar, Jatim, Sultra, Jateng, dan Papua Barat. 

Dari kelompok umur, mereka yang berada pada usia 44 sampai 59 tahun memiliki persentase buta aksara tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Kesenjangannya pun tinggi, yaitu lebih banyak perempuan.

Hal ini berarti ada berlapis-lapis masalah yang ada pada area kecakapan saja. Ada soal buta aksara, yang mana melek huruf pun belum tentu mampu memahami apa yang dibaca. 

Dari pembacaan terhadap pendekatan-pendekatan kontekstual yang ada, saya mencatat ada inisiatif-inisaitif alternatif yang dikerjakan baik oleh komunitas, maupun CSO yang bisa kita catat menjadi sebuah pendekatan menarik untuk mengatasi persoalan ini, antara lain seperti yang dilakukan oleh Yayasan Kristen Wamena (YKW) pada tahun 2015. 

YKW menemukan bahwa buku-buku kurikulum nasional untuk para pelajar sekolah dasar melampaui kemampuan banyak pelajar di daerah pegunungan karena ketidakmampuan mereka berbicara dalam bahasa Indonesia pada waktu mulai bersekolah. Ini juga karena hampir semua anak di daerah tersebut berbicara dalam bahasa Dani atau bahasa daerah lainnya sebagai bahasa utama mereka.

YKW membentuk sebuah kelompok penulis dan editor kurikulum untuk mengembangkan rencana-rencana pelajaran dan lembar-lembar kerja siswa untuk pelajaran bahasa Indonesia dan matematika untuk sekolah dasar kelas 1 dan 2. Tim kemudian membuat penilaian atas kebiasaan-kebiasaan pembelajaran lokal -- apa yang dipelajari secara alami oleh anak pada usia dini. 

Tim mengidentifikasi bahwa ada 1000 kata dalam bahasa Indonesia yang diketahui oleh anak-anak di Wamena dan Pikhe. Tim kemudian menggunakan kata-kata ini sebagai dasar dari kurikulum bahasa Indonesia supaya anak-anak merasa akrab.

 Mereka juga mengenali simbol-simbol yang dikenal akrab oleh anak-anak dalam kehidupan sehari-hari mereka untuk mengajarkan konsep-konsep angka. Misalnya, bukannya memakai jari untuk menghitung, tetapi mereka menggunakan batu atau daun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun