Mohon tunggu...
Dayu Rifanto
Dayu Rifanto Mohon Tunggu... Dosen - @dayrifanto | Menulis, membaca dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mahasiswa S3 Pendidikan Masyarakat. Fasilitator, penulis dan penggerak literasi. Mengelola inisiatif literasi, pengembangan kapasitas diri dan perpustakaan anak. Surel dayurifanto@gmail.com | linktr.ee/dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Mutiara Hitam dari Papua

16 April 2021   06:52 Diperbarui: 13 Oktober 2021   08:44 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Mutiara Hitam dari Papua. Sumber : Dayu Rifanto

Mutiara Hitam dari Papua.

Oleh : Dayu Rifanto

"Kita tidak tahu seberapa kuat kita, sampai kita terpaksa oleh keadaan, menghadirkan kekuatan tersembunyi itu" -- Isabel Allende.

Pada tahun 2004 lalu, seorang siswa SMA bernama Septinus George Saa di Jayapura, melalui temuannya berjudul Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor memenangkan lomba First Step to Nobel Prize in Physics. Rumus Penghitung Hambatan antara Dua Titik Rangkaian Resistor ia beri namanya sendiri yaitu "George Saa Formula". Pada kompetisi tersebut, ia mengungguli ratusan karya dari 73 negara yang masuk ke meja juri. Para juri yang terdiri dari 30 jawara fisika dari 25 negara itu hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutuskannya sebagai pemenang. Dari kisah inilah, Gloria Morgen menulis cerita dalam bentuk buku bacaan anak bergambar dengan mengambil tokoh sang pemenang "first step to nobel prize" Septinus George Saa.

Sepanjang mengoleksi buku bacaan anak berkonteks Papua, rasanya tema biografi dengan tokoh dari Papua sepertinya termasuk yang cukup jarang dapat ditemukan, untuk buku -- buku biografi, lebih mudah menemukan buku ini dengan tokoh -- tokoh politisi atau juga birokrat yang tentu saja akan menyasar para pembaca dewasa. Sehingga bagaimana dengan buku anak yang menceritakan tentang tokoh dari Papua ? Buku ini bisa jadi salah satu buku yang menarik untuk dibaca. Sebuah kisah non fiksi berisi cerita inspirasi dari tokoh anak muda Papua, yang dikemas dalam bentuk buku bacaan anak bergambar, membuat buku ini dapat dinikmati oleh anak -- anak usia sekolah dasar, dan jika dibacakan, orang tua atau guru bisa membacakannya bagi anak - anak PAUD.

Cerita nyata seperti ini, bisa saja jauh lebih menginspirasi dibanding cerita fiksi, mengingat jika jatuh cinta pada bukunya, dan suatu saat bisa bertemu sang tokoh secara langsung, betapa menyenangkannya. Menulis ini mengingatkan saya saat bertemu salah seorang tokoh idola saya, di mana saat berkesempatan bertatap muka dengannya, saya bawaannya senyum -- senyum sendiri. Rasanya, sikap yang kikuk dengan senyuman salah tingkah itu dimaklumi sang tokoh, sehingga dengan senang hati ia menerima ucapan salam dan jabatan tangan dengan hangat. Singkat saja pertemuannya itu terjadi, dan sudah puluhan tahun yang lalu. Tapi rasanya, baru seperti kemarin !

Melalui kisah ini juga anak -- anak bisa mengerti apa latar belakang Oge (biasa ia dipanggil), tantangan apa yang ia hadapi serta bagaimana dia menemukan solusi dari masalah yang dihadapi. Ini juga menjadi bukti nyata, bahwa masalah itu bukan untuk ditakuti, tetapi untuk diselesaikan, dan seperti kutipan dari Isabel Allende "Kita tidak tahu seberapa kuat kita, sampai kita terpaksa oleh keadaan, menghadirkan kekuatan tersembunyi itu."

Sumber : Dayu Rifanto
Sumber : Dayu Rifanto

Gloria Morgen, sang penulis buku ini adalah pendiri dari "Glow for Indonesia" di mana pada tahun 2017 ia menjadi delegasi dari YSEALI ke Amerika Serikat. Buku ini setebal 26 halaman, dengan cover yang tebal dan halaman isi yang juga cukup tebal sehingga nyaman saat dibolak -- balik. Setelah cerita selesai, di bagian belakang buku ini ditampilkan informasi keragaman suku di Papua, dan menampilkan pakaian tradisional yang biasa dikenakan oleh suku Ayamaru, Aitinyo, Aifat, Moi dan Maybrat. Selain itu, juga ada contoh rumah ada dari salah satu suku di Papua, Honai. Dalam buku ini, cukup diberi penekanan bahwa ini rumah adat suku dani. Karena kalau tidak, bisa jadi pembaca yang tidak mempunyai pengetahuan latar tentang papua bisa saja menganggap rumah adat ini digunakan semua suku di Papua. Dan pada bagian paling akhir, ada lembar aktivitas mewarnai yang bisa dimanfaatkan buat adik -- adik yang suka mewarnai.

Sebagai buku anak bergambar bilingual (Bahasa Indonesia -- Inggris), buku ini menarik secara visual dan layak menjadi koleksi bacaan anak di rumah. Walau begitu, dari sisi cerita sepertinya perlu dipastikan di mana dalam cerita, melalui penggambaran visual bahwa Oge berkenalan dengan seorang profesor fisika (apakah yang dimaksud adalah Prof. Yohanes Surya ?) saat ia sekolah dasar dan diajak ke Jakarta untuk belajar di sana. Ini agak berbeda dengan kisah yang ditulis oleh harian Kompas, di mana pada saat SMA, baru Oge mendapatkan bimbingan dari seorang profesor fisika di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun