Mohon tunggu...
David Solafide
David Solafide Mohon Tunggu... lainnya -

'Life is very short and there's no time for fussing and fighting, my friends' The Beatles. Do join English Community http://english-comm.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(Rase) Gemandul Kalong

27 Mei 2011   14:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:08 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rase membuka matanya, siuman. Nyalang, dicarinya lelaki bercaping itu. Yang terlihat justru gurunya. Lelaki tua itu duduk bersila di atas hamparan kerikil. “Apakah guru melihat lelaki bercaping?” Rase bertanya.

“Lelaki mana?” gurunya balik bertanya.

Rase menceritakan kepada gurunya apa yang telah terjadi dan menimpa dirinya. “Lelaki itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa,” Rase bersemangat bercerita. “Dia bisa berdiri di atas ranting seperti seekor burung pipit. Dia juga bisa bergerak dari pohon ke pohon seperti terbang.”

Lelaki tua itu mendengarkan dengan perhatian. Tiba-tiba, tubuhnya melenting ke atas dan mendarat di atas rumpun kembang sepatu, masih dalam posisi bersila. Lelaki tua itu kemudian berdiri di atas ranting-ranting. Namun demikian, rumpun kembang sepatu itu seperti tidak menahan beban apapun. Rase sangat kagum dan terpesona.

“Kakek Guru, maukah mengajarkan ilmu itu kepada saya?”

“Hm. Untuk bisa menguasai ilmu ini, kamu harus bisa mengendalikan pikiran, perasaan, dan kehendakmu. Cipta, rasa, dan karsa harus bisa hening, damai. Pada umumnya, manusia sulit mengendalikan ketiga hal ini.”

“Saya akan belajar dengan sungguh-sungguh, Kek.”

Lelaki tua itu memberi tahu Rase bahwa untuk bisa mengendalikan pikiran, perasaan, dan kehendak, Rase harus belajar ilmu kalong. Rase harus melakukan topo broto 1) dengan cara bergelantungan seperti kelelawar. Pada awalnya, Rase mengalami kesulitan. Jangankan mengheningkan cipta, rasa dan karsa, menguasai raganya saja Rase sangat kesulitan. Pemuda berumur enam belas itu harus mengaitkan kedua kakinya pada sebatang dahan, dan kepalanya menggelantung. Darah yang mengalir ke kepalanya, sepertinya, lebih banyak dan lebih deras dari biasanya. Ini menyebabkan rasa pusing yang luar biasa.

Rase menjalankan topo broto ngalong itu setiap malam, di kamarnya. Rase melakukannya selama berbulan-bulan, hampir satu tahun. Hingga suatu saat, dia berhasil mengendalikan cipta, rasa, dan karsa dalam dirinya. Pemuda itu dapat menangkap makna ada dalam ketiadaan dan tiada dalam keberadaan. Yang ada sebenarnya tiada dan yang tiada itu sebenarnya ada.

Setelah Rase mencapai tingkatan itu, gurunya mulai mengajarkan ilmu meringankan tubuh. “Kendalikan pikiranmu dan katakan bahwa kamu itu tiada, kamu hanya segumpal kapas yang ringan.” Rase selalu mengikuti setiap perintah dan petunjuk gurunya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Rase dapat menguasai ilmu meringankan tubuh yang diajarkan gurunya.

Rase berdiri di puncak pepohonan dan bergerak dari satu pohon ke pohon yang lain. Dia bergerak dengan sangat cepat, seperti terbang dari pohon ke pohon. Dahan dan ranting menjadi pijakan bagi Rase untuk bergerak. Dia sangat menikmati hasil dari latihan keras yang dijalaninya selama ini.

Pesan moral:

Untuk dapat menguasai pikiran, perasaan, dan kemauan, Rase harus berlatih keras. Itulah harga yang harus dia bayar. Setiap kesuksesan (bahkan setiap hal) mempunyai harganya sendiri.

---------------------------

1) topo broto – bertapa, bersemedi

Cerita Rase lainnya dapat dilihat di Prajurit Telik Sandi Mahapatih Gajah Mada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun