Mohon tunggu...
Davidra
Davidra Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Penggiat Sosial

Saya seorang penggiat sosial, pemerhati lingkungan hidup dan relawan kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Matematika Sorga

3 Agustus 2021   16:50 Diperbarui: 3 Agustus 2021   17:15 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Kita mampir di supermaket B sebentar ya uda, tissue di rumah sudah habis," kata istri.                                                                                                       Lalu dijawab suami, "Kalau kita beli yang dijual adik- adik pengasong ini bagaimana bun,"?.                                     

"Udaa..di supermarket itu harganya lebih murah,selisihnya 2 ribu rupiah uda," si istri menjawab dengan sedikit penekanan.  
                                                                            

Suami menjawab dengan argumen, "Saya paham dengan maksudmu dan itu benar, tapi..tidak ada salahnya kita membeli tissue yg dijual adik ini..walaupun agak mahal 2 ribuan, bukankah kita telah membantu orang yg sudah mau berusaha di tengah terik seperti ini".  
Lampu hijau menyala, si suami sedikit menaikkan gas motor maticnya ketika klakson di belakang mulai bersahutan seperti orang kehausan.. dan percakapan itu berlalu begitu saja.

Perdebatan kecil diatas adalah kenyataan dalam keseharian kita, prinsip ekonomi dan hitungan  matematika begitu fasih dalam pikiran, terlebih bagi ibu - ibu yang tugasnya memang mengendalikan perputaran uang dalam rumah tangga.

Namun, kita juga patut memahami argumen dari si suami seperti perdebatan diatas, mungkin dia juga punya prinsip ekonomi dan hitungan matematika, tapi berbeda dengan pemikiran orang biasa.           Si suami berfikiran untuk barang-barang tertentu, tidak ada salahnya kita membeli di penjual asongan atau di pedagang- pedagang kecil, walaupun harganya tidak semiring di supermarket.

Kita mesti memahami, pedagang asongan dan kedai kecil tersebut menjual barang "sedikit"  mahal karena mereka  mendapatkan barang bukan dalam jumlah besar dan jauh dari alur distribusi, tentu saja mendapatkan harga modal tidak seperti si pemilik supermarket, bahkan banyak dari mereka (pedagang kecil) hanya berbagi untung dari orang yang memodali.

Bila kita kalkulasikan nominal keuntungan berbelanja di Supermarket tentu jalan fikiran         suami tadi bisa kita cap sebagai fikiran orang yang tidak waras.                
Tapi nominal keuntungan berbelanja di supermarket juga tidak sertamerta membuat kita kaya, dan tidak ada salahnya kita alihkan saja nominal keuntungan tadi kepada saudara kita "orang-orang kecil" ini, intinya belanja sambil beramal.                    
Berbelanja pada pedagang asongan dan kedai- kedai kecil walau hanya untuk barang- barang tertentu saja, akan berdampak besar bagi saudara- saudara kita, akan banyak  yang tertolong, akan banyak semangat yang terbangkitkan dan akan banyak harapan yang terpanjangkan.                                

Bila semuanya kita belanjakan ke Supermarket yang notabene diusakan oleh pemilik modal besar, kita bisa berfikiran telah menikmati keuntungan ,tapi kita lupa..bahwa kita semakin memperkaya orang kaya dan ikut andil menyuburkan Kapitalisme di negeri ini.                  

Menghidupkan usaha kecil dari saudara - saudara kita adalah bagian dari amalan tolong menolong sesuai dengan prinsip ekonomi gotong - royong.                  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun