Saat sudah didalam rumah jadi tertegun sendiri, eits ternyata saya bisa terbahak-bahak bersama orang yang completely strangers (jadi berbahasa anak Jaksel, memangnya saya anak jaksel sih ).
Beberapa bulan kemudian, tiba-tiba makbedundug kakak ipar dan Vira - anaknya ( keponakan saya ) muncul, datang dari Jogja tanpa pemberitahuan. Ternyata Vira ( keponakan ) diterima bekerja di suatu Production House besar. Berbincang-bincang sebentar, mereka datang naik mobil sewaan dengan tarif Rp. 4 juta / 2hari.
"Lah kok mahal banget sih. Kenapa gak naik kereta api atau bus malam saja," kami langsung menanggapi.
"Kan bawaannya banyak," kilah mereka.
"Loh kan bisa dipaketin lewat kereta api," jawab kami yang teringat kebiasaan almarhumah Ibu.
"Repotlah," kakak ipar bersikeras.
Akhirnya kami ikut mengantarkan  ke tempat kost keponakan dan membantu angkat-angkat barang bawaan yang terlalu komplit. Bayangkan saja ada sapu, ember, gayung....ya gimana kami gak cekikikan di belakang kakak ipar, sebelum mengatakan,
"Loh, mas kok sampai bawa barang ginian, itu di depan ada Indomaret, ada pasar, masalah ember ma gayung pastilah di sana ada."
Kakak ipar membayar kost keponakan serta memberikan uang buat biaya hidup keponakan karena belum terima gaji. Dan dengan terburu-buru segera kembali ke Jogja karena kontrak mobil hanya 2 hari, padahal adik-adik kandung kakak ipar ada yang tinggal di Jakarta. Coba naik kereta api dan barang-barang dikirim pakai paket, pastinya hemat biaya banget dan waktu tinggal di Jakarta bisa diperpanjang untuk melepas rindu bersama keluarga besar.
Keponakan yang Jogjager mulai beradaptasi dengan dunia kerja di Jakarta dan setelah 2 bulan mengabarkan akan menginap di rumah kami....baiklah, pintu terbuka untukmu.
Pas weekend datanglah si keponakan, sebelumnya sesuai pesan kakaknya yang di Jogja,
