Bagaimana kita bersikap dalam menghadapi suatu tantangan, umumnya tergantung dari pengetahuan serta pengalaman masa lalu dalam menghadapi hal sejenis. Demikian juga halnya jika saya ditanya bagaimana cara berkontribusi sebagai anggota masyarakat dalam menjaga stabilitas sistim keuangan.
Ketika krisis monter 1998 terjadi, saya baru setahun menjadi bankir. Krisis moneter  telah meluluh lantakan perekonomian Indonesia. Semua anggota masyarakat merasakan dampaknya tapi pastinya masyarakat kebanyakan yang paling merasakan pahitnya krisis tersebut.Â
Suku bunga yang melejit, kurs yang tinggi berdampak linier pada harga barang yang melonjak padahal pendapatan tak ada yang meningkat. Akibatnya daya beli masyarakat sangat menurun hingga dampak lebih jauh lagi adalah menurunnya kesejahteraan masyarakat.
Kebetulan tempat saya bekerja merupakan satu-satunya bank yang menerima BLBI hingga dua kali, tersebab total kewajiban Bank tersebut tidak segera terdeteksi. Hingga saat muncul kebutuhan sesungguhnya yang besarnya 10 kali lipat dari BLBI yang pertama diterima, Pemerintah tidak punya pilihan selain menyuntik kembali BLBI.Â
Memang setelah itu, segenap pemegang saham serta pengurus harus angkat kaki dan tidak boleh kembali lagi. Sungguh masih ingat sekali bagaimana kami berada dalam posisi ketakutan jika bank tersebut ditutup. Kendatipun demikian, cabang yang saya pegang mengalami pertumbuhan yang anomali.Â
Saat nasabah cabang-cabang lain lari, cabang saya tumbuh melejit. Ini tak lain akibat cepatnya antisipasi jajaran manajemen membenahi kantor saya yang nyaris hancur diserbu massa dalam kerusuhan Mei 1998. Dalam waktu 1 minggu kantor sudah dibenahi malah lebih cantik dari sebelumnya. Ini meningkatkan kepercayaan dari masyarakat sekitar hingga mereka memindahkan rekening dari bank-bank lain. Â Â
Negara sudah bekerja keras hingga tak heran jika keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas sistem keuangan telah diakui secara internasional dan  mendapat penghargaan sebagai "The Best Systemic and Prudential Regulator" pada  acara The Asian Banker Annual Leadership Achievement Awards yang diselenggarakan pada 25 April 2012, di Bangkok.
Tantangan Indonesia jadi berbeda lagi, ditengah penurunan tingkat tabungan masyarakat serta pembiayaan melalui pasar modal juga mengalami penurunan, padahal intermediasi perbankan perlu tumbuh agar roda perekonomian juga tumbuh. Hal tersebut diantisapi dengan utang luar negeri hingga intermediasi bisa tumbuh 11.75% - berarti tertinggi dalam empat tahun ( sejak 2018 ).
Dilain pihak perekonomian global diprediksi akan menurun seiring dengan makin meningkatnya suhu perang dagang antara AS dan Tiongkok. Hal ini sudah mulai berdampak pada melejitnya harga emas dimana salah satu penyebabnya karena Tiongkok mulai menimbun cadangan emas. Â
Berangkat dari pengalaman serta fakta di atas maka saya juga warganegara yang lain perlu mengambil bagian dalam menjaga stabilitas sistim keuangan dengan melakukan beberapa tindakan sebagai perwujudan partisipasinya: