Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Money

Saat Lala Berjumpa Ranjau

7 Februari 2012   06:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:58 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_159580" align="aligncenter" width="300" caption="tas lappieku@Lala"][/caption]

Awalnya dalam rangka mereparasi  tas, tau dong perempuan dan tas adalah hal yang tak terpisahkan. Maka jadilah saya  seperti perempuan-perempuan lain menjadi kolektor tas, untuk memaintain agar hobby ini tidak merusak isi dompet....saya cukup berpuas diri dengan tas-tas berharga miring. Masalahnya tas berharga miring sering kali berarti kualitas juga miring dan secara modelpun terkadang saya masih menyimpan ketidakpuasan  tersendiri. Ide untuk mereparasi dan merombak model tas tidak bisa segera terwujudkan sebab toko-toko yang sudah memiliki nama semacam Laba-Laba dan Stop n Go itu membandrol biaya service yang cukup tinggi sampai akhirnya seorang teman memperkenalkan pada layanan serupa di kaki lima. Naluri mereparasi koleksi taspun jadi tersalurkan, beberapa tas yang sekedar berharga Rp.50 ribu hingga Rp. 100 ribu dengan sedikit perubahan ala kaki lima itu menjadi tas keren yang dikagumi teman maupun klien. Saya dan teman-teman jadi pelanggan si kaki lima yang makin improving itu - dia mulai membuat brand dan tanda terima....Lala...beda tipis dari Laba-Laba ya. Uda yang menggawangi Lala ini selalu sholat on time dan meninggalkan outletnya begitu adzan berkumandang. Waktu saya datang dan harus menantinya yang sedang sholat, saya cermati sebuah angkringan yang penuh pengunjung...Ranjau...begitu menunya membuat penasaran.

[caption id="attachment_159578" align="alignleft" width="479" caption="ranjau yang nikmat"]

13285796121430886044
13285796121430886044
[/caption]

Untuk menuntaskan rasa penasaran itu maka saya menggabungkan diri dengan para pengunjung lain... pesanan datang....olala ternyata yang disebut ranjau itu adalah tulang-tulang ayam yang dibuat soto. Jika biasanya soto ayam merupakan campuran soun, kol dan potongan daging ayam paling banter dicampur dengan ceker ayam maka ini lain dari yang lain. Tulang-tulang ayam dengan sedikit daging tersisa memenuhi mangkuk....

Awalnya saya agak canggung menyesap-nyesap tulang ayam di muka umum tapi kelihatannya pengunjung-pengunjung di situ sudah terbiasa dan cuek. Pedagangnya menyediakan piring plastik khusus untuk menampung tulang-tulang tersebut.

Di tiap meja disajikan sepiring tempe goreng berselimut tepung....tempenya bener -bener yummy...panas-panas dan renyah. Saya sempet membeli sebungkus tempe goreng itu yang langsung ditandaskan orang rumah tanpa menyisakan sepotongpun untuk yang beli.

[caption id="attachment_159579" align="aligncenter" width="300" caption="tempe goreng berselimut tepung"]

13285797861914403176
13285797861914403176
[/caption]

Usai menyantap habis soto ranjau itu saya sedikit mewawancarai Bp. Abdullah - si empunya warung. Warung itu sudah berdiri 28 tahun dan selama ini mampu menghabiskan tulang yang berasal dari 250 ekor ayam. Yap, suatu omset yang besar....sekaligus ternyata membuktikan banyak orang yang gemar menggerogoti tulang ayam ya. Suatu kali saya datang pk. 16.00 tapi si soto ranjau ini sudah habis. Sempet bingung juga darimana pak Abdullah yang asli Madura memperoleh tulang ayam sebanyak itu, ternyata tulang-tulang ayam itu berasal dari pedagang sate ayam populer yang ada di depan RS Pertamina....liputan warung sate itu sendiri pernah saya lihat di Warta Kota. Tiap Subuh, berkarung-karung tulang ayam sudah tiba di rumah pak Abdullah yang segera mengolahnya menjadi soto yang lezat. Benar-benar sinergi bisnis yang tampaknya sederhana tapi luar biasa, 250 ekor ayam tiap hari diolah-dagingnya jadi sate, tulangnya menjadi soto.

Saat saya tanyakan soal kemampuannya bertahan selama 28 tahun itu maka pak Abdullah membagikan beberapa tipsnya - yang pertama, tulang ayam berasal dari ayam segar (karena sate ayam yang nikmat memang harus berasal dari ayam segar bukan ayam frozen), kedua, walaupun berupa warung kaki lima tapi kebersihan dan kenyamanan harus dijaga...memang tempat itu cukup lapang. Saking nyamannya, banyak orang menikmati hidangan dengan santai sembari ngobrol dengan teman-temannya...sesekali pak Abdullah menyapa mereka. Dari hasil berdagang soto itu pak Abdullah sudah bisa hidup berkecukupan dan mampu menyekolahkan 4 anaknya ke Perguruan Tinggi - 3 diantaranya telah jadi sarjana   termasuk sarjana dari UI.

[caption id="attachment_159583" align="aligncenter" width="300" caption="spanduk"]

13285803461018995355
13285803461018995355
[/caption] Pak Abdullah menyebutkan beberapa artis maupun pejabat yang sering bertandang ke warung itu bersama keluarganya, bahkan ada yang membungkus untuk dibawa ke Singapura. Sembari menikmati soto itu, saya jadi berpikir betapa hebatnya geliat jiwa wiraswasta di sudut Melawai itu....tulang-tulang ayam berhasil membuat banyak manusia serasa jadi kucing, di sebelahnya reparasi tas yang sudah memilik 3 cabang dengan 9 pegawai. Dari ide sederhana, menjadikan diri sejahtera dan rahmatan lil alamin karena bermanfaat bagi sesama. [caption id="attachment_159584" align="aligncenter" width="300" caption="set menu komplit"]
1328580656220606405
1328580656220606405
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun