Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Aktivis Anti-Reklamasi Teluk Jakarta Memang Naif

21 April 2016   08:28 Diperbarui: 21 April 2016   08:39 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para aktivis anti-reklamasi Teluk Jakarta itu memang naif. Bagaimana tidak, mereka menolak reklamasi Teluk Jakarta dengan alasan ekologi dan keberlanjutan kehidupan nelayan. Dua alasan yang sama naifnya di saat kapital (modal/uang) mengendalikan kebijakan pembangunan kota.

Para aktivis anti-reklamasi Teluk Jakarta naif karena masih saja memperjuangkan nasib nelayan di tengah upaya Pemprov DKI Jakarta menjadikan kota ini sebagai pintu gerbang globalisasi pasar bebas. Di era globalisasi pasar bebas, peran negara adalah memfasilitasi para pelaku pasar untuk mengakumulasi laba bukan memfasilitasi nelayan Teluk Jakarta. Pelaku pasar dalam pasar bebas ya para tuan pemilik modal.

Reklamasi Teluk Jakarta adalah bagian dari upaya memfasilitasi para pemilik modal sebagai pelaku pasar di sektor properti dan memang bukan nelayan atau warga Jakarta kebanyakan. Dalam pasar bebas, posisi nelayan itu tidaklah penting. Nelayan bisa saja dan memang harus disingkirkan bila itu mulai menganggu kenyamanan para pemilik modal sebagai pelaku pasar. Dan itu yang memang akan terjadi dalam reklamasi Teluk Jakarta. Jadi tak mengherankan bila Pemprov DKI Jakarta hendak menyingkirkan nelayan demi kepentingan pemilik modal yang ingin mengakumulasikan laba di atas tanah reklamasi Teluk Jakarta. Jangan bicara empati dalam pasar bebas, itu kuno. Tidak ada empati dalam pasar bebas yang ada hanyalah kapital. Upaya mengakumulasi kapital dari segelintir pemilik modal itu harus terus difasilitasi walaupun itu berarti akan menyingkirkan nelayan dari sumber-sumber kehidupannya.

Para aktivis anti-reklamasi itu naif karena masih saja memperjuangkan ekologi di saat Pemprov DKI Jakarta ingin menjadikan kota ini sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi itu lebih penting daripada keberlanjutan ekologi. Dan atas dasar itulah proyek reklamasi Teluk Jakarta digelar.Isu ekologi anti-reklamasi Teluk Jakarta yang mereka teriakan mulai menganggu pertumbuhan ekonomi Jakarta bila tidak dihentikan.  

Tak penting pertumbuhan ekonomi itu tidak dinikmati oleh seluruh warga Jakarta. Lagian memang sudah dari sononya jargon pertumbuhan ekonomi itu digunakan untuk menyembunyikan warga miskin yang menjadi korban dari pemilik modal yang selalu haus mengakumulasikan kapital.Warga kota Jakarta yang tidak bisa menikmati pertumbuhan ekonomi harus minggir dari kota Jakarta. Sebagian dari mereka akan ditempatkan di rusun sebagai pencitraan bahwa kota ini masih ramah terhadap warga miskin.

Di saat pembangunan kota dikendalikan kapital dan ditujukan untuk kepentingan akumalasi kapital, isu ekologi hanya menjadi penting bila itu akan menjadi peluang baru untuk mengakumulasikan kapital.

Jadi aktivis anti-reklamasi Teluk Jakarta itu memang naif di saat Pemprov DKI Jakarta memiliki model pembangunan JAKARTA BARU yang dilandaskan pada semangat: "Dari Kapital, Oleh Kapital dan Untuk Kapital!" Lantas bagaimana dengan warga miskin kota? Warga miskin kota silahkan minggir. Tidak ada tempat bagi orang miskin dalam model pembangunan JAKARTA BARU. Isu Lingkungan hidup atau ekologi? Sekali lagi itu tidak penting dalam model pembangunan JAKARTA BARU.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun