Media massa, termasuk media online adalah pilar demokrasi ke-4. Salah satu sebabnya adalah media massa selain mengabarkan informasi sebagai pijakan pengambilan keputusan publik juga memberikan ruang bagi pertukaran gagasan atau dialog bahkan debat sekalipun.
Namun, apa jadinya bila informasi yang dikabarkan justru menjadi kabur karena berita bercampur aduk dengan opini?
Membedakan fakta dan opini sejatinya adalah pengetahuan dasar jurnalis. Pantang bagi jurnalis mencampuradukan fakta dan opini dalam sebuah berita. Namun, seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, media massa justru melakukan itu. Tujuannya tentu saja mengejar klik yang berujung pada akumulasi kapital bagi pemilik modal di media massa itu.Â
Di masa pandemi Covid 19 ini, publik memerlukan sebuah informasi yang berdasarkan fakta untuk pijakan bagi pengambilan keputusannya. Namun, justru di masa pandemi ini sebagian media online seperti berlomba mengaburkan bukan mengabarkan sebuah informasi berdasarkan fakta di lapangan.Â
Beberapa waktu yang lalu, publik berpolemik dengan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total yang diterapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Terjadi pro-kontra terkait istilah PSBB total itu. Berbagai media massa juga ikut meramaikan pro dan kontra istilah PSBB total itu.
Pihak yang pro dengan PSBB total pada umumnya berdalih bahwa hal itu diperlukan untuk mengendalikan penularan Covid-19. Sementara pihak yang kontra dengan PSBB total berdalih bahwa kebijakan itu akan mematikan ekonomi rakyat. Pengendalian penularan Covid-19 dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Menariknya, setelah pro-kontra PSBB total itu menguat, muncul pernyataan dari Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo yang justru menegaskan bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak pernah menyebut PSBB PSBB total. Jadi selama beberapa hari, publik melalui ruang media massa dan sosial telah menghabiskan waktu secara sia-sia untuk memperdebatkan sebuah istilah yang sejatinya tak pernah terlontar dari Gubernur DKI Jakarta.
Pertanyaan berikutnya adalah darimana mulanya istilah PSBB total itu muncul? Seorang analisis media sosial Ismail Fahmi melalui akun twitternya @ismailfahmi mengungkapkan bahwa Istilah "PSBB Total" pertama kali diciptakan oleh media (@CNNIndonesia),  bukan oleh Gubernur Anies Baswedan. Istitah itu pun kemudian viral  di kalangan netizen, kemudian menjadi headline di media-media lain. Â
Di atas adalah sebagian contoh ketika opini dicampuradukan dengan fakta dalam sebuah berita. Informasi justru dikaburkan. Publik pun membuang-buang waktunya untuk berdebat tentang sesuatu yang sejatinya tidak pernah ada secara realita. Jika kebiasaan mencampuradukan fakta dan opini ini terus terjadi, demokrasi akan kehilangan salah satu pilar ke-4 nya karena roboh. Robohnya media massa bukan karena dirobohkan, tapi karena jurnalisnya sendiri yang merobohkannya dari dalam.