Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Disinformasi Gerakan #2019GantiPresiden

7 Mei 2018   10:05 Diperbarui: 7 Mei 2018   11:13 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
megapolitan.kompas.com

Tidak ada demokrasi tanpa keterbukaan informasi. Begitu pula sebaliknya. Keduanya seperti dua sisi mata uang. Keterbukaan informasi adalah dasar bagi seseorang untuk mengambil keputusan dengan baik. Semakin lengkap dan baik informasi akan semakin baik pula kualitas keputusan yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin buruk informasi akan menghasilkan keputusan yang buruk pula. Apapun keputusan itu, termasuk keputusan politik. 

Di tahun politik ini kita disuguhi oleh beberapa akrobat politik. Salah satu akrobat politik itu adalah Gerakan #2019GantiPresiden. Tidak masalah munculnya aspirasi mengganti Presiden Jokowi. Bagaimanapun juga Jokowi adalah manusia biasa. Kebijakan-kebijakan publik selama ia menjadi Presiden Indonesia, perlu mendapatkan kritik tajam. Namun, persoalannya adalah bila aspirasi untuk mengganti Presiden Jokowi dalam Gerakan #2019GantiPresiden dilakukan dengan berbagai disinformasi kepada khalayak.

Apa itu disinformasi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disinformasi adalah penyampaian informasi yang salah (dengan sengaja) untuk membingungkan orang lain. Jika ini dilakukan dalam sebuah kampanye politik kepada publik, hampir dipastikan, keputusan yang diambil publik merupakan keputusan dengan kualitas yang buruk.

Bagaimana gerakan #2019GantiPresiden melakukan disinformasi kepada khalayak? Disinformasi yang dilakukan gerakan #2019GantiPresiden ini adalah tentang ajakan ganti presiden tanpa jelas siapa orang yang akan mengganti presiden itu di 2019. 

Masyarakat yang kecewa atau kritis terhadap kebijakan Presiden Jokowi tentu dibuat bingung dengan ajakan gerakan ini. Tanpa jelas sosok yang mengganti Jokowi, tidak jelas pula rekam jejak pengganti presiden Jokowi. 

Apakah sosok yang akan menggantikan Jokowi sebagai presiden memiliki rekam jejak yang lebih baik daripada Pak Jokowi? Apakah sosok yang akan mengganti Presiden Jokowi tidak pernah tersangkut kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), korupsi, kekerasan terhadap perempuan, perusakan lingkungan hidup? Hingga gerakan #2019GantiPresiden dideklarasikan kemarin (6/5), tidak jelas sosok yang akan diusung gerakan ini untuk menggantikan Jokowi.

Ketidakjelasan tokoh yang diusung bukan saja terkait dengan rekam jejak calon pengganti Jokowi sebagai presiden, namun juga program kebijakan yang ditawarkannya. Ini sama pentingnya dengan rekam jejak tokoh penentang Jokowi yang akan diusung. 

Program calon presiden sebagai penentang Jokowi harus berbeda dengan presiden yang sekarang. Apakah tokoh yang diusung gerakan #2019GantiPresiden lebih memuliakan petani dengan mempercepat atau bahkan mengoreksi program reforma agraria? Apakah tokoh yang diusung gerakan #2019GantiPresiden akan memuliakan kaum buruh dengan mengevaluasi perjanjian free trade di tingkat regional? Tidak jelas hingga gerakan #2019GantiPresiden dideklarasikan.

Tapi bukannya dulu pada 1998, gerakan reformasi juga tidak mengajukan nama pengganti Soeharto? Benar. Tapi kondisinya berbeda dengan saat itu. Saat itu, gerakan reformasi muncul justru karena tidak percaya dengan pemilu yang digelar rejim Soeharto. 

Tuntutan reformasi saat itu setelah Soeharto jatuh segera digelar pemilu untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Pelaksana pemilu bisa wakil presiden atau sebuah komite transisi. Sementara gerakan #2019GantiPresiden jelas dipersiapkan untuk pilpres 2019. Adalah sebuah disinformasi bila dalam persaingan di pilpres justru menyembunyikan tokoh penantang presiden yang sekarang masih menjabat.

Apa dampak dari disinformasi gerakan #2019GantiPresiden ini? Dampaknya, publik yang terarik dengan gerakan ini akan memilih pada piplres 2019 mendatang tidak didasarkan pada pertimbangan rasional dengan sebuah informasi yang cukup. Namun, mereka akan memilih dalam pilpres 2019 berdasarkan emosional sesaat, dengan doktrin Asal Bukan Jokowi (ABJ). Sehingga siapapun calon penantang Jokowi, meskipun tidak lebih baik, akan dipilih oleh mereka. Ini sebuah kekonyolan dalam demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun