Tahun 2008 adalah tahun yang bersejarah bagi saya. Bagaimana tidak, di bulan Februari tahun itu, saya menikah. Dalam tahun itu pula saya dan istri memutuskan untuk membeli rumah idaman di Kota Bogor.Â
Tak mau ribet, kami mengikuti saran dari developer (pengembang) perumahan untuk mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di sebuah bank yang sudah bekerjasama dengan developer perumahan. Marketing developer perumahan mengatakan bahwa bila mengambil KPR dari bank yang sudah bekerjasama prosesnya tidak ribet.
Singkat cerita, kami pun mengikuti saran dari marketing developer perumahan tersebut. Dan memang benar, prosesnya tidak ribet. Bahkan untuk dua tahun pertama, pihak bank memberikan bunga flatalias tidak berubah. Adanya bunga flat ini penting bagi kami sebagai buruh yang bekerja di Jakarta. Dengan bunga yang tetap setidaknya kami bisa merencanakan pengeluaran dalam tiap bulannya.
Hari berlalu, bulan berganti dan dua tahun pun terasa singkat. Hingga datang sebuah surat pemberitahuan dari bank, tempat saya mengambil KPR, bahwa ada kenaikan bunga pinjaman. Kami pun terkejut. Bagaimana tidak, kenaikan bunga pinjaman sampai 5%. Celakanya, pihak bank melakukan pemotongan terlebih dahulu baru kemudian memberikan pemberitahuan.Â
Kami pun meminta penjelasan dari pihak bank tentang KPR tersebut. Pihak bank menjelaskan bahwa kenaikan bunga pinjaman memang seperti itu. Dan bisa saja di tahun - tahun berikutnya akan naik dan kalau beruntung bisa juga turun. Fluktuasi bunga pinjaman KPR ini tentu memberatkan bagi kami yang bekerja sebagai buruh di Jakarta. Kami akan kesulitan merencanakan keuangan keluarga kalau bunga pinjaman tiba-tiba naik atau turun.
Kami pun putar otak untuk menyiasati persoalan ini. Hingga datang informasi dari kakak saya yang memindahkan KPR miliknya dari bank konvensional ke bank syariah. Tak menunggu lama, kami pun bergegas mencari informasi di bank syariah terdekat. Informasi yang menarik dari pihak bank adalah tentang angsuran tetap per bulannya. Sedikit berbeda dengan bank konvensional yang menggunakan sistem bunga, bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil. Karyawati bank syariah itu menjelaskan prinsip bagi hasil kepada kami. Terus terang kami tidak begitu paham berbagai istilah yang menggunakan bahasa arab. Tapi pada prinsipnya, kami tertarik dengan angsuran tetap per bulan dari KPR tersebut. Itu yang dicari-cari para buruh seperti kami ini.
Singkat cerita, kami pun memindahkan KPR dari bank konvensional ke bank syariah. Prosesnya cepat. Ada sedikit biaya untuk akad. Namun, itu tidak menjadi soal bagi kami, asal angsuran per bulannya tetap hingga lunas.Â
Tahun pun berganti. Akhirnya, kami pun dapat melunasi KPR di bank syariah. Sebuah KPR dengan angsuran tetap. Menurut saya sistem angsuran KPR tetap ini tidak memberatkan buruh seperti kami untuk memiliki rumah. Saya sempat berpikir, andai saja bank konvensional mengadopsi sistem angsuran tetap dalam KPR, pasti banyak peminatnya, terutama dari kalangan buruh seperti kami.Â