Mohon tunggu...
Pidato Semprul 17an Janu
Pidato Semprul 17an Janu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

memunguti remah-remah pengembaraan...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Membaca Kembali "Bilangan 'Fu' " ...

19 November 2009   03:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:16 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah buku yang sudah agak lama terbit. Dulu saya pernah menorehkan sedikit tulisan tentangnya. Sebuah pembacaan, dan sekarang kepingin sharing untuk teman-teman Kompasiana semua. Siapa tau masih relevan dengan isu terkini dalam soal penafsiran dan penghayatan rasa berketuhanan kita. Mudah2an berkenan.. . . Parang Jati, lahir pada bulan Sadha bulan keduabelas dalam Pranata Mangsa –almanak Jawa kuno yang paling purba yang menghayati musim tanam-. Bayinya entah darimana asalnya, karena ia ditemukan Nyi Manyar –ibu penunggu mata air- dalam keranjang serat pandan dekat lumut pakis di mata air ketiga belas yang dinamai Sendang Hu. Ia bermata bidadari berjari dua belas, dan Ayah angkatnya berkata bahwa ada makna di balik kecacatannya. “Ketahuilah, Nak, pada mulanya ada pelbagai bilangan di dunia ini… Seluruh dunia sekarang menggunakan bilangan berbasis sepuluh….ada di dunia ini,Nak, perhitungan yang berbasis dua belas…Bilangan per-12 dirumuskan oleh mereka yang mencari tanda di alam. Bilangan per-10 dirumuskan oleh mereka yang mencari tanda di tubuh”....”Seperti Musa yang tuan memilih bersama hamba. Meskipun bagimu ada pilihan, biarlah hatimu berada bersama mereka yang lemah dan tak punya pilihan. Meskipun engkau rupawan lagi cendekia, biarlah engkau mengalami kesusahan Manusia…Biarlah kau panggul juga penderitaan mereka..” Kupukupu, lahir tiga tahun sesudahnya. Dalam tikar serat pandan yang ditinggalkan seseorang di mata air ketiga belas yang dinamai Sendang Hu. Bayi mungil yang sempurna, tapi tak bermata bidadari. Nyi Manyar terlambat sehari menemukannya, dan mata jabang bayi nyalang penuh amarah….kesadaran pertamanya, bahwa ia dibuang ditinggalkan. “Kelak kamu akan jadi kupukupu, Nak. Tapi sebelum itu, kamu harus menjalani hidup sebagai ulat.” Parang Jati memeluk tanah desanya dan menapaki kebijaksanaan yang rendah hati. Kupukupu berteriak-teriak penuh amarah soal kebenaran yang hitam-putih…tampil dengan dresscode sinetron hidayah, baju putih-putih Diponegoro dicampur kasut bertali-temali hingga ke lutut, rompi panjang pendekar Tartar, topi berbulu dan berbuntut hitam bersurai-surai seperti tokoh komik Jepang. Parang Jati memilih berjalan di tepian, bersama dengan rombongan sirkus orang cacat. Kupukupu penuh ambisi, meraih beasiswa BPPT dan sekolah ke luar negri untuk menjadi “pintar” secara akademik. Parang Jati meresapi tradisi dan kebijaksanaan lokal. Kupukupu menghujat dan memvonis demi “kemurnian” dan “kebenaran”. Parang Jati menghiasi hati dengan mutiara-mutiara agama bumi. Kupukupu meriasi diri dengan simbol-simbol agama langit tinggi. Kupukupu garang meneriakkan..”Satu !!”. Parang Jati lirih berbisik…”Fu….” Bilangan Fu?......... Bilangan Fu adalah saalah satu novel yg ditulis oleh Ayu Utami yang sangat layak untuk dibaca. Terutama oleh mereka yang ingin membaca dengan kritis berbagai fenomena spiritualisme-keagamaan-keimanan belakangan ini, ketika banyak klaim kebenaran diteriakkan oleh sebagian kalangan dan menistakan yang lainnya. Ketika agama tiba-tiba menjelma menjadi sesuatu yang tidak lagi menyejukkan dan memberi damai, bahkan menjadi penuh amarah dan kebencian. Ketika “kebenaran” diaku hanya dimiliki oleh agama-agama langit dan mutiara kebijaksanaan dan kebaikan dari agama-agama bumi dinafikan dan disingkirkan. . Bilangan Fu adalah sebuah novel Ayu Utami yang bernafas “spritualisme kritis”, demikian tertulis di sampul belakang buku, yang mengangkat wacana spiritual-keagamaan-kebatinan, maupun mistik- ke dalam kerangka yang menghormatinya sekaligus bersikap kritis kepadanya; yang mengangkat wacana keberimanan tanpa terjebak dalam dakwah hitam putih. ..

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun