Si pemuda makin bingung. Ia baru sadar kalau air bertuah itu bisa digunakan untuk apa saja. Sementara kedua kelinci itu terus memancing keinginan liarnya. Hingga akhirnya si pemuda tak tahan, lalu mengusir kedua kelinci itu dengan tombaknya. Lalu ia berjalan menuruni gunung lagi.
"Kau pikir dia akan menuruti keinginanmu? Mana mungkin! Dia punya ambisi yang besar! Aku tahu dia akan menggunakan air itu untuk menguasai dunia!" Kata si kelinci hitam.
"Tidak, meski ambisinya besar, aku yakin dia ingat akan janjinya." Kata si putih.
"Ingat janji apanya? Dulu dia pernah bilang akan menemui gadis pujaannya, tapi mana buktinya? Tidak ada! Itu karena dia dimakan oleh ambisinya sendiri!"
"Jangan dengarkan omongan si hitam. Dia mencoba mengalahkanmu. Ingatlah nasib anak -- anak gunung itu. Mereka sudah kehilangan orangtua dan saudara demi mendapatkan air terjun itu. Tanpa pengorbanan mereka, kau tak mungkin membawa air itu sekarang!"
"Lalu apa? Membiarkan orang -- orang gunung itu menguasai dunia? Kalau begitu, ujung -- ujungnya kau akan dimangsa juga oleh mereka! Jadi sebelum mereka melakukannya, kumohon lakukanlah dulu, demi keselamatanmu!"
Si pemuda menjadi gelisah sekaligus marah. Ia mendapat tekanan dari kedua hewan kecil itu. Lalu ia mengusir mereka lagi, dan berlari meninggalkan gunung.
"Lihat! Desa orang gunung makin dekat. Kau bisa menemui mereka dan memberi sebagian air itu untuk mereka." Kata si putih.
"Jangan gegabah! Sedekat apa mereka denganmu? Teman bukan, saudara sekandung apalagi! Lalu kau mempercayakan nasibmu kepada mereka?" tanya si hitam.
"Jangan dengarkan omongannya! Mereka sudah jelas menolongmu mendapatkan air itu! Sekarang waktunya membalas kebaikan mereka!"
"Mereka awalnya terlihat ingin menolongmu. Tapi setelah mendapatkan air terjun itu, mereka akan mengambil punyamu! Dengar, seekor ikan akan terpancing dengan umpan yang lezat." Kata si hitam.