"Tidak, aku serius."
Si orang gunung makin tergelak.
"Ya, ya. Mungkin saja begitu. Tapi aku tidak menertawakan itu."
"Maksudmu?"
"Di kampung kami, pemuda seperti kita sudah memiliki keturunan semua. Jadi nanti saat kami tua, ada yang meneruskan perjuangan kami menjaga gunung. Jadi aku bekerja siang dan malam, untuk anak -- anak itu."
"Sementara kau, aku lihat kau senang berpetualang dan membantu banyak kerajaan. Yang membuat aku heran, untuk siapa kau bekerja sekeras itu kalau bukan untuk anak -- anakmu?"
Si pemuda tak menjawab.
"Aku tahu. Kau hanya pura -- pura kan. Mungkin sebenarnya kau sudah punya istri dua dan belasan anak. Tapi kau menyembunyikannya. Benar, kan?"
"Darimana kau tahu?"
"Entahlah. Aku hanya merasa, seorang petualang sepertimu mudah menarik para wanita. Kupikir salah satu dari mereka ada yang mau berhubungan denganmu."
"Kau benar satu hal."