Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Vonis Richard Eliezer Jadikan Hati Nurani Pertimbangan Hukum

15 Februari 2023   23:57 Diperbarui: 17 Februari 2023   19:15 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Richard Eliezer mengikuti Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sumber : Kompas.Com

Hati nurani jadi sumber hukum tertinggi karena itulah petunjuk paling jujur, selalu setia walau sering kita abaikan, dan menjadi petunjuk kebenaran paling hakiki dari dalam diri, dan dimiliki manusia sebagai anugerah Sang Illahi.

Terakhir, pesan berharga yang sangat penting dan layak segera direalisasikan adalah mengikis habis jiwa dan sikap feodal di dalam institusi kepolisian.

Sudah merupakan sebuah tradisi yang terpelihara dengan baik dan berlaku baku di institusi kepolisian menjadikan pangkat dan jabatan tidak ubahnya sebagai kasta, berlaku kesenjangan dan perbedaan mencolok atas nama pangkat, sehingga personil berpangkat rendah harus manut dan patuh secara komando kepada atasan tanpa reserve.

Richard Eliezer sebagai seorang personil polisi menyandang pangkat paling rendah dalam institusi kepolisian ketika berhadapan dengan pigur komandan Jenderal Bintang Dua, jarak kepangkatan teramat "njomplang", jauh beda bagaikan bumi dan langit, secara psikis menempatkan Eliezer pada posisi sangat lemah, kecil dan tak berdaya untuk lebih leluasa menolak perintah yang diberikan Ferdy Sambo sebagai seorang atasan yang berpangkat tinggi dan jabatan elit.

Ferdy Sambo juga dalam hal itu menganggap Eliezer sebagai orang kecil yang harus nurut terhadap perintahnya sebagai seorang Jenderal, sehingga Eliezer diperlakukan tak ubahnya hanya sebagai "kacung". Kesombongan itu dapat tercermin dari sikap Ferdy Sambo bukan hanya dari perintah menembak, tapi nampak juga dari sikapnya menjanjikan pemberian uang dalam jumlah lumayan besar sebagai imbalan kepada Eliezer.

Bukankah hal itu merupakan salah satu bentuk kesombongan teramat menyakitkan, seakan dengan uang segalanya bisa dibeli, termasuk membeli Eliezer hidup-hidup dan nyawa Almarhum Yosua Hutabarat.

Ironisnya, pangkat juga seakan lambang kekayaan, jenderal punya duit banyak sehingga bisa membeli nasib anak buah yang berpangkat rendah.

Lewat peristiwa ini kiranya institusi kepolisian memetik hikmah dan melakukan pembaharuan dalam kultur internal dalam hal kedudukan pangkat, sehingga tidak lagi nampak sikap feodal oknum berpangkat tinggi sesuka maunya terhadap anak buah berpangkat rendah.

Kedepannya, bila penting korp kepolisian tidak perlu menyematkan tanda pangkat di baju seragamnya, sama saja dengan ASN yang mempergunakan baju seragam tanpa mengenakan lambang pangkat di pundaknya.

Masyarakat hanya butuh pelayanan kepolisian yang baik sebagai institusi penegak hukum, dan tidak butuh pangkat apapun untuk memperoleh pelayanan.

Untuk internal institusi kepolisian juga perlu menghilangkan sikap feodal dan arogansi atas nama pangkat, karena sesungguhnya pangkat dan jabatan itu hanya golongan pembagian tugas, bukan merupakan hirarki menunjukkan tinggi rendahnya nilai-nilai kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun