Sampai disini, apa hal menarik layak diperbincangkan sebagai bahan refleksi yang berguna untuk perbaikan sistem demokrasi kita ?
Apakah dari polemik hutang yang diperkirakan berjumlah sebesar Rp. 50 Milyar itu hanya cukup melihatnya dari sisi jumlah dan sisi niat ingkar janji atau kemauan untuk membayar hutang tersebut.
Sebagaimana telah disampaikan Anies Baswedan, sesuai dengan isi surat perjanjian, hutang tersebut dianggap lunas jika mereka memenangkan Pilkada DKI 2017.
Apalagi masalah ?
Aneh, iya memang aneh, karena justru kalau mengalami kekalahan utang tersebut wajib dibayar.
Lucu ?
Memang lucu, karena kalau kalah baru bayar utang. Jika itu benar-benar terjadi, bukankah nasib Anies Baswedan sama halnya dengan ungkapan pepatah yang berbunyi "Sudah jatuh tertimpa tangga lagi".
Tetapi Anies Baswedan ternyata beruntung dua kali lipat, yaitu berhasil jadi Gubernur Jakarta sekaligus hutang yang ditandatanganinya dianggap lunas, tidak ada lagi sama sekali.
Alur berpikir mereka itu dalam hal menentukan kriteria sebuah hutang yang harus dibayar atau tidak  jadi menarik perhatian.
Kesepakatan mereka dalam hal cara pembayaran hutang yang tidak lajim, Â dan tidak sesuai dengan kebiasaan publik atau masyarakat awam justru menimbulkan tanda tanya besar ?
Dimana uang yang mereka peroleh akan dianggap jadi hutang hanya jika mereka tidak berhasil jadi Gubernur Jakarta.