Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mencari Figur Presiden Seturut Panggilan Zaman di Pilpres 2024

5 Februari 2023   00:14 Diperbarui: 6 Februari 2023   19:11 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kampanye, juru bicara, juru kampanye.| Sumber Foto: Kompas.com/Toto Sihono

Konon kemenangan Trump jadi Presiden Amerika Serikat juga tidak terlepas dari gayanya melakukan kampanye menyebarkan berita bohong.

Pemilihan Presiden Indonesia 2024 dikhawatirkan akan diwarnai oleh gaya kampanye memanfaatkan informasi bohong atau hoax lewat media sosial. Atau politik gaya belah bambu, yaitu menginjak satu sisi kemudian mengangkat sisi lain lewat cara menebarkan informasi bohong. 

Politik mempergunakan media sosial sebagai alat kampanye selain dianggap berbiaya murah, media ini dianggap sangat efektif karena masyarakat Indonesia merupakan salah satu pengguna terbesar media sosial di dunia.

Gaya kampanye atau propaganda menyebarkan berita bohong atau fitnah ini rentan untuk menimbulkan ujaran kebencian dan menimbulkan polarisasi serta perpecahan di masyarakat, dan pernah dilakukan dalam berbagai kontestasi pemilihan umum baik Pilkada dan Pilpres, yaitu berupa kampanye mengeksploitasi sentimen primordial, baik suku dan agama. Masyarakat Indonesia yang plural terdiri dari beragam suku dan agama memiliki potensi untuk dipolitisasi. 

Dan masyarakat Indonesia yang terkenal sangat mudah iba dan berbelas kasihan juga gampang dipolitisasi dengan cara menyebarkan ujaran kebencian dengan cara menyalahkan pihak lain sebagai orang yang jahat, atau menjadikan diri sendiri seakan jadi korban, korban penyerangan, segala hal buruk didalam dirinya seakan sengaja dilakukan orang lain untuk menyakiti, atau menyalahkan orang lain atas kejadian yang dialaminya. 

Cara seperti ini lazim disebut sebagai "playing victim", atau pencitraan seolah dirinya sebagai korban untuk memperoleh simpati atau dukungan orang lain.

Playing Victim atau kampanye berbentuk hoax serta penyebaran informasi menyesatkan dilakukan sebagai dissonance atau menggerogoti emosi masyarakat yang baik, kemudian menggerakkan emosi negatif berupa sikap kebencian, atau perasaan tidak menyenangkan berbentuk ekspresi rasa benci, iri, dengki, kecewa, sakit hati, tidak puas dan dendam.

Sedangkan kebalikan dissonance adalah "resonansi", yaitu menggerakkan atau memancing emosi positif (positive emotion) berupa sisi terbaik dari dalam diri seseorang atau perasaan positif berupa harapan, romansa, keyakinan, cinta dan rasa bahagia yang memberikan kenyamanan dan sensasi meneyenangkan. 

Hal ini bisa terjadi bila seseorang berhasil mencapai yang diinginkan, mampu melewati kesulitan dan berhasil mencapai tujuan dan diekspresikan dengan ungkapan rasa syukur, sukacita, gembira, rasa bangga dan ketenangan.

Oleh karena itu, di tengah kehidupan dewasa ini yang identik dengan era media sosial rentan dengan penyebaran berita bohong menggerogoti sisi emosi negatif masyarakat, dan merusak harmoni kehidupan masyarakat.

Maka untuk menghindari maraknya penyebaran berita bohong atau hoax dibutuhkan figur presiden yang mampu mengarahkan emosi kolektif masyarakat ke arah positif, yaitu berupa dorongan terhadap emosi orang ke arah emosi positif atau antusiasme, atau kerangka berpikir positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun