Dukungan besar dari Pemerintah lewat Kementerian Pertanian merupakan berkah dan rejeki melimpah bagi petani, dan memberi secercah harapan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi tidak lama kemudian dihadapkan kepada pilihan pada musim tanam kedua mau jadi petani mandiri atau bekerjasama dengan perusahaan ?
Memasuki musim tanam kedua inilah timbul persoalan yang lebih rumit menimbulkan ancaman semakin besarnya persentase kegagalan pelaksanaan program Food Estate, baik karena banyak petani mundur, tidak siap jadi petani mandiri karena butuh modal sangat besar, atau  karena adanya ketidaksesuaian kesepakatan dengan pihak perusahaan sebagai mitra kerja.
Semua itu jika tidak ditangani melalui pendekatan komprehensif dan secara multidimensional, baik melalui pendekatan historis, kultural dan ekonomi maka program Food Estate memang sedang berada di tepi jurang kegagalan.
Konon salah satu persoalan klasik yang selalu menghantui para petani kita adalah tidak adanya jaminan memperoleh harga menguntungkan setiap saat, bahkan lebih sering dirundung duka harga murah penjualan hasil panen pertanian mereka.
Ironisnya, petani Humbang Hasundutan di Food Estate juga pernah menelan pil pahit ketika harga jual hasil panen mereka justru lebih murah diberikan Koperasi/Mitra Usaha dibandingkan harga jual di pasar induk maupun pasar tradisional, maupun dengan harga beli para eksportir sayur mayur di daerah tetangga Kabupaten Karo.
Salah satu persoalan mendesak yang rentan menjadikan Food Estate gagal adalah ketidak pastian jaminan harga yang sangat rentan menjadikan petani meninggalkan lahan pertanian holtikultura, Â dan kecilnya daya tranmisi kenaikan harga hasil pertanian dapat dinikmati oleh petani itu sendiri.
Bukan merupakan rahasia lagi bahwa kenaikan harga komoditi pertanian selama ini justru lebih banyak memberi keuntungan kepada pedagang atau spekulan dibandingkan besaran yang diperoleh petani. Padahal bertani itu tidak ubahnya bagaikan berjudi dengan modal relatif besar bagi para petani.
Sebuah permenungan klasik yang melingkupi para petani kita sejak dahulu sampai kini, dan masih layak dipergunakan sebagai bahan refleksi di tengah diskursus kontroversial Food Estate "Untung" atau "Buntung".Â
Â