Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Balada Bharada Eliezer, Sebuah Permenungan Kehidupan

26 Januari 2023   09:19 Diperbarui: 27 Januari 2023   16:15 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E menjalani sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. (Foto: KOMPAS.com / IRFAN KAMIL) 

Maka tidak ada pilihan saat itu bagi seorang polisi yang memiliki pangkat paling rendah seperti Eliezer untuk menghindar mengeksekusi perintah atasan. Satu-satunya jalan yang bisa dipilih adalah menerima dan melaksanakannya.

Namun dalam perspektif hukum keterpaksaan melakukan tindakan pembunuhan itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk menghindar dari jeratan hukuman. 

Sebagai pelaku akan tetap diganjar hukuman, namun bukan berarti tidak ada pertimbangan untuk meringankan hukuman. Atas nama rasa keadilan banyak faktor yang dapat dipertimbangkan sebagai variabel meringankan hukuman yang akan dikenakan.

Peluang memperoleh keringanan hukuman itulah yang sesungguhnya diharapkan Eliezer karena apa yang dilakukannya memuat unsur-unsur keterpaksaan yang menghadapkan dirinya terjebak dalam kondisi tidak mampu berpikir realistis, serta tidak mampu mendengar bisikan suara hatinya sebagai perangkat hukum tertinggi menimbang dan memutuskan sesuatu itu baik atau buruk.

Ketika menerima dan mengeksekusi perintah tersebut tidak bisa dibantah bahwa Eliezer telah mengabaikan bisikan suara hatinya, dimana suara hati merupakan salah satu alarm paling jujur serta tulus dan murni memberi petunjuk suara kebenaran.

Suara kebenaran telah terabaikan digantikan oleh tindakan perbuatan salah maka tiada alasan yang layak layak dijadikan pembenaran terhadap kesalahan yang telah diperbuat, selain menerima konsekuensi hukuman yang adil dan setimpal.

Namun keadilan sesungguhnya hanya milik Allah Sang Penguasa Alam Semesta, dan kebenaran itu tidak bisa dipatok dalam sebuah defenisi yang baku karena sesungguhnya kebenaran itu relatif luas seluas pengetahuan yang belum tentu seluas pengetahuan itu sendiri.

Oleh karena itu tidak ada jalan untuk menutup pintu permohonan maaf, serta tidak layak menutup kemungkinan memberi kesempatan pengampunan bagi orang yang mengakui kekhilafan.

Richard Eliezer sudah menyampaikan permohonan maafnya kepada keluarga Almarhum Yosua Hutabarat, hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertanda adanya pengakuan atas kesalahan diri yang muncul dari dalam hati Eliezer.

Pengakuan ini dapat dianggap sebagai sebuah ungkapan rasa penyesalan dan permohonan pengampunan dosa atau kesalahan.

Bukan berarti mendukung membenarkan perbuatan salah yang dilakukan oleh Eliezer, tetapi hanya sekedar memberi secuil pertimbangan untuk mendukung pemberian kemungkinan memperoleh keringanan hukuman bagi seorang sesama anak manusia bernama Richard Eliezer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun