Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Balada Bharada Eliezer, Sebuah Permenungan Kehidupan

26 Januari 2023   09:19 Diperbarui: 27 Januari 2023   16:15 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E menjalani sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. (Foto: KOMPAS.com / IRFAN KAMIL) 

Balada sering dimaknai sebagai sebuah sajak sederhana berupa cerita kisah mengharukan, cocok disematkan kepada Bharada E atau Richard Eliezer dalam menjalani sidang tuduhan pelaku pembunuhan terhadap rekannya sendiri Almarhum Yosua Hutabarat.

Tanpa tendensi mempergunakan perspektif ilmu hukum yang merupakan domain penegak hukum dalam memutuskan vonis yang sepadan. 

Upaya mencari keadilan tidak dapat dilepaskan dari langkah yang ditempuh oleh Eliezer beserta penasehat hukumnya sepanjang perjalanan sidang.

Harapan memperoleh keringan hukuman layak muncul dalam diri Eliezer karena dalam pertimbangan pribadinya ada sesuatu hal yang dianggap menyebabkan dirinya terjebak dalam kondisi keterpaksaan serta dibawah tekanan sehingga harus melakukan tindakan yang sebenarnya bukan merupakan keinginannya sendiri.

Sebagai seorang ajudan dan memiliki level pangkat rendah serta memiliki rentang tingkat sangat jauh dengan komandannya yang memberikan instruksi, merupakan sebuah pilihan sulit bagi seorang bawahan seperti posisi Eliezer untuk memilih menghindar dari permintaan seorang atasan.

Itulah salah satu bentuk kebiasaan buruk yang terpelihara dengan baik dalam kultur relasi antara bawahan  dengan atasan yang sering terjadi dalam sebuah organisasi, sehingga ada satu hukum tak tertulis yang berlaku selama ini berbunyi : "Pasal satu, atasan tidak pernah salah", sedangkan "Pasal dua berbunyi, jika belum mengerti baca kembali pasal satu".

Terkesan adagium itu memang sangat otoriter, dan bagaikan sebuah bentuk ketaatan buta dan irasional.

Tetapi itulah kondisi memprihatinkan dan dilematis yang sering menyelimuti posisi seorang bawahan saat dihadapkan kepada perintah maupun instruksi seorang pemimpin yang menganut budaya hirarki organisasi bersifat feodalistik.

Dalam kasus yang dihadapi oleh Eliezer saat menerima perintah, atau dalam bahasa lebih halus "menerima permintaan" untuk melakukan penembakan terhadap Yosua tidak dapat dipungkiri ada melekat unsur sifat feodalistik dalam arti adanya keharusan untuk mengabulkan apa yang diminta oleh atasannya.

Dalam kaca mata kaum awam, sulit rasanya memberikan kemungkinan bagi Eliezer mengabaikan permintaan atasannya yang terbilang memiliki posisi sangat tinggi dalam institusi yang identik dengan lembaga penegak hukum seperti institusi Kepolisian yang pada dasarnya  memiliki kuasa besar menentukan sesuatu itu benar atau salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun