Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pileg 2024 Kembali ke Sistem Proporsional Tertutup?

29 Desember 2022   15:41 Diperbarui: 29 Desember 2022   15:53 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: The Indonesian Institute

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari, Kamis (19/12/2022) ,  dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 di Kantor KPU RI mengatakan ada kemungkinan pemungutan suara Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional tertutup atau memilih partai bukan caleg.


Hasyim juga mengatakan sistem tersebut sedang disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga terbuka kemungkinan MK menetapkan sistem tertutup jika melihat rekam jejak putusan selama ini. 

Sistem proporsional terbuka dimulai sejak Pemilu 2009 berdasarkan putusan MK, maka kemungkinan hanya keputusan MK yang dapat menutupnya kembali.

Jika Sistem Proporsioal tertutup jadi diberlakukan kembali maka nama caleg tidak akan dicantumkan dalam surat suara, dan surat suara hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai.

Jauh hari sebelumnya, Jumat (14/10/2022), Ketua KPU RI Hasyim Asyari menyampaikan ke Harian Kompas, Pemilihan Legislatif dengan sistem proporsional tertutup memiliki beberapa nilai lebih, ketimbang dengan proporsional terbuka. Salah satu dampak positifnya termasuk bagi kinerja KPU dalam mencetak surat suara. 

"Kalau KPU ditanya, lebih pilih proporsional tertutup karena surat suaranya cuma satu dan berlaku di semua dapil, itu di antaranya," Ujar Hasyim saat itu, kemudian mengatakan, "Situasinya pasti ada kekurangan dan kelebihan, ada keunggulan, ada kelemahan. Kalau sistem di KPU, kalau sistem proporsional data calon tertutup, desain surat suaranya simpel,"

Dalam sistem proporsional tertutup pemilih hanya mencoblos partai politik, dan partai politik berwenang menentukan anggota legislatif yang bakal duduk di parlemen. Sementara, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif.

Hasyim Asyari juga berpendapat, pada Pemilu 2019 jumlah dapil mencapai 2.558 untuk pemilihan legislatif, dengan sistem proporsional terbuka KPU harus mencetak 2.558 surat suara berlainan, karena masing-masing dapil punya daftar caleg sendiri. Maka dipandang dengan sistem Pemilu Proporsional tertutup lebih simpel mendesainnya kertas surat suara, karena tidak ada nama calon di surat suara. Templatenya sama se-Indonesia. Penyederhanaan surat suara ini juga secara otomatis bakal menghemat anggaran yang dibutuhkan untuk mencetak surat suara.

Sejumlah politisi sebelumnya juga mengajukan uji materi terhadap UU No. 7 tahun 2019 atau UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi, meminta MK membatalkan pasal 168 ayat 2 UU Pemilu yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Salah satu dasar pemikirannya sebelum Pemilu 2024 masyarakat hanya memilih partai politik dalam pemilu legislatif.

Mantan Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva juga mengatakan pemilihan umum lebih baik diselenggarakan dengan sistem proporsional tertutup karena tidak memakan biaya politik yang besar. 

"Ini membawa penyederhanaan biaya luar biasa. Tidak ada lagi pertarungan perseorangan dalam satu dapil, antarinternal partai politik maupun antarpartai politik," kata Hamdan Zoelva dalam diskusi "Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia" Selasa (9/6/2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun