Resesi seks (Sex Recession) ialah kemerosotan atau menurunnya minat maupun "mood" melakukan hubungan seksual, menikah dan melahirkan anak, merupakan sebuah fenomena menunjukkan tengah terjadinya degradasi makna sebuah perkawinan.
Berdasarkan pengamatan terhadap munculnya trend resesi seks yang terjadi di berbagai negara belakangan ini, sumber utama penyebabnya adalah keengganan sebagian kalangan untuk menikah, atau membina ikatan perkawinan.
Ada yang berpandangan memilih untuk tidak menikah karena merasa nyaman hidup sendiri, tidak mau repot mengurus anak, lebih fokus meniti karir demi meraih kemapanan atau memiliki pengalaman traumatis tentang rumah tangga tidak harmonis (broken home). Bahkan ada yang memilih tidak menikah karena merasa terlalu tinggi biaya pernikahan.
Bahkan ada gerakan feminisme yang memiliki aliran pemikiran menganggap menikah dan melahirkan anak bagi perempuan bukan merupakan kewajiban, melainkan sebuah pilihan.
Ironisnya, pernikahan dianggap sebagai sumber beban hidup, oleh karena itu memilih untuk hidup sendiri. Hal ini menjadikan perkawinan dianggap tidak penting, dan menjadikan arti penting sebuah perkawinan mengalami kemerosotan.
Padahal perkawinan merupakan sebuah hal yang melekat (kodrat) dalam diri setiap laki-laki dan perempuan. Perbedaan kelamin diantara keduanya justru merupakan sarana yang berfungsi mempersatukan keduanya, untuk saling melengkapi, dan memiliki tujuan yang sama.
Perkawinan tidak bisa dipisahkan dari persetubuhan (consummatum) sebagai konsekuensi perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan berbeda, sehingga saling membutuhkan dan melengkapi.Â
Hal ini merupakan ketetapan alam dan hukum kodrat (lex naturalis) yang melekat dalam diri manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Tetapi hubungan seksual yang terjadi antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dipandang hanya sebatas aktivitas hubungan pelampiasan hasrat atau libido seksual.
Karena hubungan itu memiliki nilai-nilai berharga dan luhur, yaitu melalui aktivitas seksual kehidupan manusia berkelanjutan lewat tujuan perkawinan sesungguhnya untuk kelahiran anak (prokreasi).
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu tujuan utama perkawinan adalah prokreasi atau melahirkan anak sesuai dengan kodrat alam, maupun selaras dengan arti sesungguhnya yang tersirat dalam kisah penciftaan Hawa dan Adam dalam perspektif religiusitas.