Mohon tunggu...
Daud Farma
Daud Farma Mohon Tunggu... Penulis - Pribadi

Pemenang Pertama Anugerah Sastra VOI RRI 2019 Khusus Siaran Luar Negeri

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bulan Madu di Surga

9 April 2020   23:50 Diperbarui: 11 April 2020   15:51 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Bulan Madu di Surga"

-Perfect Wedding-

Oleh: Muhammad Daud Farma.

Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".

Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!".
Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia menginjakkan kakinya di Kampus Anta Wa Maaluka Li Abiika atau disingkat dengan Awamaalia.

 Dulu bukan Awamaalia nama kampus yang sistim kuliahnya dari pagi sampai dzuhur itu, nama lamanya ialah Anta Maahirun atau dipendekkan dengan Amarun. Sudah ribuan alumni dan rata-rata alumninya bekerja di kantoran, mereka mempunyai pekerjaan yang menjamin hidup bahagia dengan sepuluh anak dan sepuluh cucu seumur hayat.

 Namun, pengajaran dan pendidikan selama empat tahun di kampus ternyata tidak cukup untuk membentuk karakter, akhlak, rendah hati dan sifat kedermawanan mahasiswa setelah diwisuda. Sehingga tidak sedikit alumni yang lupa pada dirinya, seperti kacang lupa pada kulitnya. Mereka sombong antar sesama, guru bahkan lupa pada kedua orangtua. Ternyata pihak kampus pun menyadari hal ini, para dosen-dosen dan pembesar kampus tidak ingin alumnusnya seperti anak yang kufur nikmat.

 Pihak kampus tidak ingin alumnusnya hanya memiliki ilmu yang banyak, pintar dan lihai dalam segala bidang tapi jauh dari Allah. Mereka sombong dengan yang mereka miliki, lupa bahwa semua itu adalah sebatas titipan dari Allah Subhaanahu Wataala, hanya sementara saja. Maka jadilah nama kampus itu diubah menjadi, "Anta Wa Maaluka Liabiika, kamu dan hartamu milik bapakmu." Setelah nama kampus itu diubah, kini mahasiswa dan mahasiswinya terlihat seragam, sederhana dan rendah diri. Kebanyakan mahasiswanya memilih naik sepeda dan berjalan kaki ke kampus. Ada beberapa mahasiswi yang masih diantar ke kampus, tapi tidak diijinkan melewati gerbang kampus, hanya sampai di depan gerbang utama saja. Salah satu dari mahasiswi yang diantar supirnya itu adalah, Marwa.

Di dalam komplek kampus Awamaalia ini hanya ada lima bangunan. Jarak masing-masing gedung lumanyan jauh. Gedung Maryam, tiga lantai untuk perempuan. Gedung Ta'allam Walaa Tuksirul Kalaam, belajarlah dan jangan banyak ngoceh, tiga lantai untuk laki-laki. Masjid Awamaalia, dua lantai untuk laki-laki dan perempuan, lantai pertama khusus laki-laki dan lantai kedua khusus perempuan. Gedung Al-Jannatu Tahta Aqdaamil Ummahaat, surga itu di bawah telapak kaki ibu, tiga lantai untuk para dosen, perpustakaan dan gedung serba guna. Dan juga gedung Ta'kul Tasyrab Walaa Tahrab, kamu makan, kamu minum dan kamu jangan kabur, dua lantai. Besar dan mewah. Lantai pertama untuk laki-laki dan lantai kedua untuk perempuan. Di tengah adalah lapangan hijau yang luas dan memukau.

Pembatas lapangan antara perempuan dan laki-laki adalah bunga mawar yang tumbuh rindang setinggi lutut, sekarang semuanya sedang mengembangkan bunganya yang berwarna merah merekah, very-very beutiful, istilah terkeren dari negeri yang mayoritasnya tidak percaya bahwa surga jauh lebih indah dibandingkan dunia yang  fana. Tidak ada yang berani mendekati pembatas itu, kecuali bagi mereka yang akan berwisuda nantinya. Disiplin kampus melarang keras akan hal itu.

Pernah suatu hari, mahasiswi semester satu mencoba mendekatinya, niatnya hanyalah ingin memetik satu tangkai bunga mawar saja. Ketika ia telah mematahkannya, seorang petugas kebersihan melihatnya dan ia dilaporkan kepada dosen. Esoknya anak itu tak pernah lagi menampakkan batang hidungnya di kampus Awamaalia. Bunga-bunga itu memang sungguh indah, tetapi karena disiplinnya yang tak dapat ditawar, ia tak ubahnya adalah bagaikan api yang membakar, memusnahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun