Mohon tunggu...
Daniel Suharta
Daniel Suharta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

www.daniest.com email : datasolusindo@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Meditasi di Jalan Sepi

5 September 2015   06:18 Diperbarui: 5 September 2015   07:40 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Adalah hal yang lumrah bila masih banyak orang yang beranggapan bahwa bersepeda itu hanya membuat lelah, selain itu bersepeda identik dengan hal yang serba “lambat” bila dihubungkan dengan kondisi modern saat ini yang semuanya ingin serba cepat ... Namun dibalik semua itu bila diibaratkan saat kita mengiginkan suatu keheningan, kekhusukan untuk mendekatkan diri pada sang Khalik, akankah kecepatan yang kita butuhkan untuk sebuah perjumpaan dan perbincangan kita denganNya, kecepatan baik dalam proses ingin mendekatkan diri, menjumpaiNya dan kemudian lalu secepat itu pula kita meningalkanNya tanpa kita hayati, resapi dan maknai dengan penuh kesungguhan, dengan segala ketergesaan ?

Mari coba kita temukan jawaban tersebut dalam wawancara saya dengan seorang yang pernah melakukan touring lintas negara/benua yaitu ibu Aristi, seorang pelayan kesehatan, yang demi kedekatannya dengan masyarakat lebih suka bila orang orang memanggilnya dengan kata “mbak”; figur yang jauh dari formalitas, mudah bersahabat secara akrab, dan dalam setiap perbincangannya selalu membuat suasana cair, dimana bahwa bersepeda terutama bersepeda jarak jauh atau touring seorang diri adalah bak sebuah meditasi karena banyak hal dialami saat berada diatas sepeda, sebuah pengalaman yang luar biasa, yang tidak ditemukan disaat lain ...

Sebuah pengalaman yang barangkali juga akan dibagikan saat ada bikecamping yang akan diagendakan beberapa saat kedepan di sebuah tempat yang indah dan jauh dari hiruk pikuk bersama mas Paimo yang juga petouring lintas benua ... Dan, inilah hasil wawancara saya dengan mbak Aristi yang langsung saya rangkum dalam bentuk tulisan ...

# Setelah kita berpisah menggowes masing2, ketemu lagi di persimpangan jalan, Mas Paimo Indonesian Cyclist dr Brussel mnju Den Haag, mbak Aristi dari Den Haag mnju Brussel. Stop makan siang masing2 di kota yg sama, Mechelen, pertengahan. Reuni 10 menit deh hihihi..

 .

Ibu Aristi, yang terlahir pada tanggal 25 November 1975 dan mengenyam kuliah di FK UKI ( Universitas Kristen Indonesia) angkatan 93 ini sebagaimana yang sudah saya katakan diawal, sebelum melanjutkan wawancara sudah menekankan bahwa beliau lebih suka disapa dengan kata “mbak” agar lebih akrab lagi, oleh karena itu maka selanjutnya dalam tulisan ini saya akan menyebutnya dengan kata “mbak” hehe...
Mbak Aristi sempat kerja di NTT, Kuala Lumpur, juga menjadi pelayan kesehatan freelance. Sekarang karena baru pindah ke Tuban jadi masih praktek di rumah dan menikmati serta beradaptasi dengan profesi baru, Ibu Rumah Tangga belajar masak, mas kata mbak Aristi sambil dalam nada canda ...

Mbak Aristi dari kecil (SD kelas 4-5) mulai senang bersepeda seperti anak-anak kebanyakan, sebab sepeda adalah kendaraan pertama yang anak-anak punya. Kemana-mana menggunakan sepeda, karena sekolah juga dekat yaitu sekitar 2 km, gowes hingga sampai SMA, bahkan kemudian kuliah juga gowes sampai sepeda dicuri orang mbak Aristi stop gowes hingga lulus.

Mbak Aristi lebih sering kemana-mana dengan menggunakan sepeda tapi bukan B2W (Bike to work) tiap hari. Dulu saat bekerja di Jakarta, rumah di Bogor, seminggu 2-3 kali dengan sepeda, selebihnya kereta. Sekarang paling saat pergi ke pasar, atau sarapan pecel ke desa-desa sekitar Tuban dengan memakai sepeda
Mengenai Solo touringnya tidak berhubungan dengan pekerjaan walau memang pada tahun 2009 solo touringnya dari Malaysia – Vietnam sempat berhenti 5 hari di Mekong Delta karena ada bakti sosial dari klinik mbak Aristi yang di Kuala Lumpur. Tapi tujuan touringnya sama sekali tidak berhubungan dengan profesi.
Mbak Aristi memulai solo touring dengan tujuan menyalurkan hobby, karena suka traveling dan menurut mbak Aristi kalau dengan sepeda, pasti akan lebih banyak hal baru dan pengalaman yang didapat, dibandingkan bepergian dengan pesawat/ mobil (bus)/ kereta. Dengan sepeda membuat kita jauuuh lebih dekat dengan masyarakat, dengan alam, dengan budaya, dengan kuliner dll dll....

Disamping hal tersebut, mbak Aristi juga ingin "melihat" seperti apa diri sendiri, saat di bawah pressure sendirian, saat senang ketika sendirian, saat sedih, lelah, putus asa, puas dan semua rasa-rasa lainnya yang biasa dan akan terus drasakan selama masih hidup hehehe..
Solo touring bagi mbak Aristi selain hobby, bersenang-senang merayakan kehidupan, juga jadi suatu media tempaan buat diri sendiri.
Solo Touring ternyata seperti meditasi. Banyak rasa dan hal yang dialami, yang tidak akan pernah dialami kalau tidak pergi touring sendiri ( kalaupun touring dengan teman-teman rasa dan hal-hal tersebut tidak ditemukan).
Secara spiritual mbak Aristi juga mengalami satu kedekatan dengan Sang Pencipta yang susah diceritakan dengan kalimat saat mbak Aristi jalan sendiri. Banyak hal-hal "aneh" terjadi saat dalam kesendirian di atas sepeda. Mungkin ini ya yg dilakukan para pertapa, menyendiri, mengasingkan diri dari keramaian, tidak makan minum enak atau berlebihan bahkan puasa, karena untuk merasakan komunikasi pribadi dengan Penciptanya.
Di pembicaraan ini, terus terang saya merasakan sebuah getaran yang seolah menyedot perasaan, jiwa dan segenap rasa. Seolah ikut merasakan perjalanan mbak Aristi yang begitu bermakna; perjalanan menuju sebuah komunikasi yang intens, dekat dan tak bersekat, sebuah meditasi yang sempurna, dan itu bisa terjadi karena meditasi tersebut adalah meditasi dijalan sepi ...

Meski menurut mbak Aristi bahwa jarak itu sangat relatif, mbak Aristi memang sudah sekitar 9 bulan tidak melakukan perjalanan diatas 100 KM; aktifitas bersepedanya saat ini dilakukan sekedar saat pergi mencari makanan kesukaannya yaitu pecel; tujuannya adalah sambil berolah raga sekalian eksploring tempat tempat baru beserta kulinernya ...

Dari berbagai jenis touring baik itu rombongan dalam bentuk kampanye, touring rombongan (diatas 3) mandiri, solo touring,  audax dan semacamnya saat saya tanya jenis mana yang paling berkesan, mbak Aristi merasa kesulitan untuk memilih mana yang paling berkesan karena semua jenis touring yang pernah dijalani baik itu menjelajah dengan sepeda seorang diri, touring mandiri 2-4 orang maupun berombongan (semacam event Srikandi #1, sepeda Kompas Sabang-Padan dan Bali-Komodo) semua mempunyai kesan tersendiri, bagaimana mesti menghadapi ego dan kelemahan seorang diri, bagaimana mengatasi kelelahan yang amat tapi juga tetap harus menyemangati teman, bagaimana gembiranya bisa mendapat saudara saudara baru dan laian sebagainya. Semua hal tersebut sangat berkesan dan semua dan juga terus membantu “membentuk, merubah, menambah” cara pandang, cara pikir dan tingkah laku pada kehidupan “diluar” bersepeda. Banyak hal yang bisa dipelajari dalam setiap perjalanan dan hal hal tersebut bagi mbak Aristi sangat bermanfaat selama masih bernafas dan menjalani hidup. Jadi, bersepeda bukan hanya “sekedar” bersepeda ...

 

Setelah menikah yang kebetulan saja suami mbak Aristi bukan seorang pesepeda, suami mbak Aristi ternyata juga bisa ikut merasakan “asyikny” bersepeda, sehingga sang suami juga mulai ikut gowes bersama mbak Aristi. Dan mbak Aristi merasa beruntung karena bisa mendapat seorang suami yang tidak pernah melarang untuk gowes dengan teman maupun seorang diri, walaupun saat ini mbak Aristi belum mulai touring jauh lagi, akan tetapi suaminya sepertinya akan dan semoga selalu mensupport selama itu positip dan mbak Aristi bisa menempatkan diri yang sebagai seseorang yang sudah bersuami.

Untuk touring sendiri lagi, mungkin sejauh ini saya masih belum berpikir untuk melakukannya lagi; sebab mbak Aristi sadar sekarang sudah tidak hidup sendiri. Ada orang lain yang saya harus pikirkan juga perasaannya.
Mengenai aktifitas touring, walaupun dulu orang tua mbak Aristi sangat mendukung , tapi rasa kuatir juga tetap ada, begitupun saat ini dengan suaminya. Mungkin saat ini mbak Aristi lebih memilih untuk touring dengan 2-3 teman yang sejiwa dalam perjalanan.

Selain gowes, mbak Aristi suka traveling dengan mobil atau naik kereta ke kota lain, menginap 2-3 malam sekedar untuk eksploring saja.
Mengenai kegiatan harian, kebetulan karena memang tidak memakai asisten rumah tangga, jadi pekerjaan seperti menyapu, mengepel, mencuci dan lainnya dibagi dua ... demikian kata mbak Aristi disertai dengan tawa kecil hahahahaa..
Mengenai manfaatnya kalau kegiatan diluar rutinitas kerja menurut mbak Aristi, ya untuk refreshing, karena kadang banyak hal hal yang diobrolkan justru keluar pada saat refreshing hehehee ...

 

Selain bersepeda, mbak Aristi juga mempunyai hobby memotret, merekam apapun sebab moment tersebut menurut mbak Aristi tidak pernah terulang dua kali, bahkan matahari yang terbitnya tidak pernah telat heheehe...
Oleh karena itu, sebanyak dan sesering mungkin mbak Aristi merekam perjalanannya melalui lensa.
Adapun hasil memotret dan meerekam tersebut, selain untuk koleksi sendiri, juga di share di media sosial untuk sekedar berbagi saja. Awalnya tanpa pikiran dan tujuan membuat foto / tulisan untuk memotivasi orang lain, walau ternyata lama kelamaan cukup banyak teman-teman yang mengatakan bahwa termotivasi setelah melihat foto atau mengikuti perjalanannya, hingga mbak Aristi senang dengan hal tersebut karena dampaknya sangat positif.

Saat ini, boleh dikatakan bahwa semakin banyak teman-teman, perempuan ataupun lelaki yang mulai senang touring apapun jenisnya. Tapi yang menjadi keprihatinan mbak Aristi, banyak pula yang ingin instan, jadi tanpa lewat proses seperti belajar sendiri manajemen perjalanan dengan baik alias banyak yang suka nekat, tanpa perhitungan. Hal tersebut selain tidak sehat juga tidak mengajarkan apapun pada dirinya. Sehingga harapan mbak Aristi semoga seiring waktu akan tambah banyak yang tidak sekedar bermodal nekad saja, tapi justru melakukan dengan penuh tekad...

Hal lain yanag bisa diambi manfaat dari bersepeda antara lain adalah seperti event Srikandi , mbak Aristi merasa senang dengan adanya event tsb, dimana tadinya mbak Aristi ikut memulainya hanya dengan 10 orang perempuan dan sekarang tiap tahun peserta yang mendaftar bisa ratusan, walaupun akhirnya yang diambil hanya 21 dari seluruh Indonesia. Event tersebut memotivasi bahwa perempuan bisa melakukan hal yang sepertinya tidak mungkin, atau yang bahkan orang sekitar mematikan semangat mereka dengan bmengatakan : " tidak mungkinlah cewek begini...begitu...itu susah..berat dll dll " dalam hal apapun, tidak hanya bersepeda.
Nah...hasil dari para teman perempuan rasakan setelah mampu melintasi jarak ratusan kilometer itu mbak Aristi sangat mengharapkan bahwa semangat tsb, tekad tsb juga terbawa dalam hidup keseharian mereka; bukan jadi superwoman, tapi jadi wanita yang tahu dan sadar bahwa dirinya mampu, asal berkemauan dan punya determinasi tinggi.

Mengenai manfaat touring couple menurut mbak Aristi cukup banyak jika disikapi dengan baik. Kalaupun ada friksi kecil di jalan, sebisa mungkin dijadikan bahan pelajaran, bukan justru bahan pertengkaran yang mencari mana yang baik dan benar. Sebenarnya banyak manfaat seperti menambah kehangatan, saling mempelajari sifat pasangan di saat under pressure, di saat lelah, marah marah; bagaimana satu sama lain belajar mengolah ego dan emosi mereka untuk hasil yang baik.
Hampir sama dengan touring couple, touring bersama keluarga, istri dan anak demikian juga. Kelebihannya, pasti menambah kekompakan sekeluarga, meningkatkan kesabaran orang tua terhadap anak dan sebaliknya. Menambah rasa dekat antara orang tua dan anak dengan melakukan kegiatan yang sama, mengajari kemandirian dan disiplin tanpa merasa didikte.
Yang paling utama lagi, mempunyai keluarga yang sehat jiwa raga, sebab raga sehat biasanya diikuti dengan jiwa yg sehat pula, jiwa yang gembira juga berefek pada raga.

Menegenai aktifitas bersepeda yang selama ini dilakukan, ketika saya tanyakan apabila dihubungkan dengan cara mencintai tanah air yang sederhana dengan bersepeda, bisakah itu dikategorikan sebagai cara mencintai tanah air yang sederhana ?
Terhadap pertanyaan tersebut mbak Aristi menjelaskannya seeperti berikut; bahwa apabila untuk para atlit sepeda bentuknya sudah pasti perjuangan mereka di event internasional; akan tetapi bagi mbak Aristi yang mengatakan sebagai pesepeda biasa, lain rasa dan bentuknya. Setiap solo touring ke luar negeri, mbak Aristi selalu membawa peta Indonesia. Sebab banyak orang yang ditemui saat sedang berhenti untuk istirahat, dan menanyakan dari mana, yang saat bertanya tidak jarang mereka menggunakan bahasa masing-masing (bukan bahasa Inggris), maka saa itulah peta dibuka, dan menunjukkan posisi Indonesia. Kemudian mbak Aristi bercerita tentang Indonesia.
Hal lain yang dirasakan, mungkin teman-teman yang lain juga begitu, saat di luar negeri entah kenapa, jiwa nasionalis mbak Aristi lebih kuat daripada saat berada di Indonesia, mungkin karena merasa asing. Yang pasti, setiap pulang ke Indonesia, mbak Aristi makin sadar bahwa bum kita jauh lebih kaya, tidak kalah cantik dan mempesona. Sebab dengan sepeda mbak Aristi bisa mendapat kesempatan melihat lebih dekat, lebih detail tentang negara-negara lain. Ya pasti ada kurang dan lebihnya, tapi memang Indonesia itu sebuah tempat yang indah, tempat akhir menutup mata...

Bila berhubungan dengan aktifitas yang banyak menyita waktu tenaga dan pikiran, kebanyakan orang pasti merasa khawatir, terutama orang/pasangan yang ditinggalkannya, sehingga pasti akan banyak pesan pesan yang diberikan, begitu juga dengan mbak Aristi, seperti halnya pesan agar berhati hati, berkirim kabar dan semacamnya.
Dan, bentuk kekuatiran serta kasih sayang yang terlihat kadang berbeda tipis dengan larangan larangan yang bersifat egois atau hiperprotective.
Mungkin para pasangan dan juga kita sebagai pasangannya, harus terus menerus dan tidak bosan belajar mengungkapkan, berkata-kata, berekspresi yang tidak menyinggung atau melukai perasaan pasangannya.
Sedikit bercerita tentang masa lalu, mbak Aristi sebelum ini berpacaran dengan orang-orang yang hiperprotective, melarang dengan alasan sayang. Ya, mungkin menurut mereka karena sayang, tapi yang tersampaikan kepada kita jauh dari rasa sayang ...
Itulah kenapa banyak orang yg mungkin memilih bohong atau menutupi hobby nya (apapun) karena reaksi pasangannya negatif terhadap positifnya hobby teesebut.
Alangkah lebih baik bila kita ajak pasangan untuk mencoba menikmati hobby kita dan juga begitu sebaliknya.

 

Berbicara tentang situasi dan cara berkendara di jalan kadang semacam bersaing , menurut mbak Aristi kata kata persaingan di jalan itu sebisa mungkin dihindarkan. Karena kalimat bersaing itu sering dipersepsikan secara negatif, yang justru menimbulkan pengkotakan pengkotakan yang tidak perlu. 
Cukup masing-masing diri belajar untuk selalu berusaha tidak melakukan apapun yang kita tidak mau orang lain melakukan terhadap kita.
Saling menghargai di jalan raya. 
Mbak Aristi sendiri heran, entah kenapa hal hal tersebut mulai tergeser di negara kita ini. Arogansi komunitas muncul dimana-mana. Sayang sekali...

Tentang perkembangan sepeda menurut mbak Aristi cukup menggembirakan, semakin baik apabila tertanam pada masing masing pesepeda bahwa menjadi minoritas itu bukan alasan untuk selalu merasa benar, begitu juga dg kendaraan lainnya. 
Semua itu masalah etika dan mental sebenatnya , demikian menurut mbak Aristi meski dengan disertai permohonan maaf bila kata tersebut kurang enak didengar.

Terakhir, berbicara tentang Funbike dengan hadiah kendaraan bermotor menurut mbak Aristi adalah sesuatu hal yang kontradiksi. Kembali lagi ke tujuan funbike yang mestinya berkampanye untuk mengurangi polusi, meningkatkan kualitas hidup sehat dll, tergeser dengan funbike komersil yang pesertanya berburu hadiah, penyelenggaranya berburu keuntungan ...

Salam beribu kayuhan 
dari sorang yang selalu melakukan meditasi yang tiada henti, 
saat di jalan sepi

Berikut adalah data perjalanan/touring dan aktifitas bersepeda yang pernah dilakukan mbak oleh Aristi :

Mbak Aristi mulai solo touring th 2009 Malaysia - Thai Selatan - Kamboja - Vietnam 26 hari, 1,127 km. 
Kemudian th 2010 diteruskan dari Vietnam - China (Hanoi - Beijing lewat selatan) 32 hari 1,866 km. 
Tahun 2011 April event Srikandi #1 Jakarta-Jepara 666,9 km. 
Th 2011 September touring dengan mas Paimo Prancis menuju Mt. Blanc, setelah pendakian baru pisah gowes masing2 muter2 Perancis - Belanda - Brussels 879 km.

Th 2012 Event Srikandi #2 Jepara - Bandung. Lalu 2012 September dapat undangan event Jelajah Sepeda Kompas Bali-Komodo, 
Th 2013 Jelajah Sepeda Kompas Sabang - Padang. Touring2 singkat 5-7 hari dengan 3 orang teman Jakarta-Jogja dan Jogja-Bali via TN Baluran 
Th 2014. Sekarang touring menuju pecel desa Merak Urak, Tuban dengan suami wkwkwkWkWkkk...

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun