Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat

8 Agustus 2022   17:36 Diperbarui: 18 Agustus 2022   20:54 4801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keragaman pakaian adat nusantara (Dokpri)

Manusia begitu saja terlahir tanpa pernah ditanya terlebih dahulu mau atau tidak ia hidup di dunia. Manusia juga tidak tahu apa jadinya dia dan akan ke mana mengarah dalam hidup. Ia pun tidak ditanya mau jadi orang mana, beragama apa, suku dan ras apa. 

Manusia hanya bercita-cita atau berangan, tapi yang menentukan keberadaannya adalah Sang Ada. Kondisi inilah yang disebut oleh Heidegger sebagai keterlemparan atau faktizitaet.

Baca juga: Bendera yang Robek

Manusia pada hakikatnya adalah ada bersama dengan yang lain. Kesadaran akan kelemahan kodrati bahwa kita tidak bisa hidup sendiri (no man is an island), merupakan panggilan untuk hidup bersama dengan orang lain di dalam masyarakat. 

Dalam hidup bersama manusia selalu mendambahkan ketenteraman, kesejahteraan keselarasan dan kedamaian. Di tengah kebersamaan tersebut, misi serta opsi menjadi mungkin. 

Namun karena kerapuhannya, manusia sering melupakan jati dirinya sebagai makluk sosial dan menggangap orang lain sebagai musuh dan saingan dalam hidupnya.

Tak dapat disangkal bahwa kehidupan bersama dalam dunia kita dewasa ini, mengalami kemunduran dalam kebersamaan hidup. 

Secara kasat mata (baca: struktural) kita melihat bahwa memang kita hidup bersama di dunia dan di negara ini, namun apabila diamati secara lebih mendalam, kita dapat menemukan bahwa masih ada banyak di antar kita yang tidak menjiwai nilai kebersamaan itu.

Pengalaman kebersamaan adalah pengalaman eksistensial manusia. Pengalaman yang dirajut oleh benang-benang kasih dan disimpul oleh tali-tali persaudaraan akhirnya memberikan nilai ultim yakni nilai persatuan dengan sesama sebagai wujud yang nampak dalam relasi timbal balik antara engkau dan aku.

Perlu selalu disadari bahwa manusia dalam keterbentukannya hadir sebagai makluk yang ada bersama dengan yang lain. 

Merebaknya realitas konfliktual yang masih terus terjadi di dunia dewasa ini merupakan bukti dari lemahnya intensitas kesadaran manusia yang terjerumus dalam individualisme. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun