Minggu ini kita dihadapkan dengan masalah sedikit rumit. Itu dikarenakan di acara Indonesia Lawyer Club (ILC), 10 April 2018 lalu hadir pula Rocky Gerung, Sarjana Ilmu Filsafat Universitas Indonesia (UI). Sepengetahuan saya, ia sudah dua kali hadir. Selain sebagai seorang sarjana Filsafat, memang Rocky selalu kritis di dalam melakukan penilaian.
Saya mengetahui Rocky sejak bersama-sama kuliah di Fakultas Sastra, UI jurusan Ilmu Pengetahuan Filsafat tahun akademik.1986/1987. Kampusnya waktu itu masih di Rawamangun, belum pindah ke Depok. Memang belajar Ilmu Filsafat itu kita diajak berpikir logis dan kritis. Hanya dikarenakan istilahnya banyak berasal dari Yunani, sering sulit memahaminya.
Rocky Gerung dan teman-teman lainnya berhasil menyelesaikan sarjananya. Termasuk juga teman saya yang lain, Gadis Arivia. Ia sekarang seorang staf pengajar di almamaternya bergelar doktor Filsafat dan jurnal yang ia pimpin sekarang adalah "Jurnal Perempuan."
Memang benar sulit untuk menahami ilmu tersebut. Di mata kuliahnya kita dicekoki dengan Ilmu Filsafat, Logika Berpikir,Filsafat Islam, Sejarah Filosof Terkenal dan ilmu lainnya. Tetapi dengan belajar Ilmu Filsafat, kita diajarkan berpikir kritis. Hingga hari ini, jika saya sedang menggunakan ajaran dari dosen Ilmu Filsafat UI itu, meski saya hanya kuliah tidak sampai selesai.
Berpikir kritis itulah yang dipaparkan Rocky Gerung dalam acara ILC baru-baru ini. Hampir semua pengajar Filsafat sulit kita pahami. Bahkan Plato, Socrates dan filosof Yunani lainnya, jika ia bicara dengan bahasa ilmunya kita terbengong-bengong. Lumrah di masa Yunani dulu banyak para filosof dibunuh, karena dianggap "gila."
Ricky Gerung dianggap hal demikian pula ketika bicara di ILC minggu lalu. Saya sendiri ikut menyaksikan acara tersebut hingga selesai. Lumrah jika Rocky berbicara menurut ilmu yang ia ketahui. Di dalam Ilmu Filsafat disebut ilmu untuk ilmu.
Tetapi ketika Rocky bicara tentang agama dan fiksi-fiktif, banyak di antara peserta ILC protes. Agama dipersamakan dengan fiksi? Dari sini menurut saya berkembang pemikiran dari ilmu untuk ilmu menjadi ilmu untuk masyarakat.
Masyarakat perlu juga diberitahu dengan kalimat mudah yang dicerna, karena kebanyakan mereka yang hadir pada waktu itu, selain berdisiplin Ilmu Hukum ada juga berdisiplin ilmu lain.
Sehingga tidak aneh juga, ketika saya baca berita besok paginya ada yang mengatakan "gila." Jadi sebenarnya yang terjadi kesalahpahaman, Rocky Gerung asyik menjelaskan sesuai disipin ilmunya, dan untuk menjelaskan tidak ada waktu karena sudah larut malam, sementara para hadirin mengharap ada penjelasan yang mudah dicerna tanpa menambahkan istilah bahasa filsafat di dalamnya, seirama dengan istilah ilmu untuk masyarakat.
Jika itu yang terjadi, maka diskusi ILC tidak serumit yang terjadi. Di mana masyarakat harus terlebih dahulu mencari pengertian "telos," sebagaimana dikatakan Rocky. Pun tidak mungkin Rocky menyinggung pula tentang agama yang disamakan dengan fiksi, sementara di dalam agama apa+pun, baik Islam, Kristen, Budha dan Hindu ada yang sangat penting di samping ilmu, yaitu Iman. Tidak mungkin di dalam agama Islam, jika berpikir semata-mata logika, Nabi Musa as bisa membelah laut.