Inilah foto Tsamara Amany Alatas yang saya ambil dari "twitter" pribadinya. Seorang anak muda yang sukses di bidang politik, karena ia adalah Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Akhir-akhir ini namanya menjadi bahan perbincangan ketika RBTH ("Russia Beyond the Headline") memprotes pernyataannya tentang Presiden Rusia Vladimir Putin.
Sebagai perwakilan pemerintah Rusia, Kedutaan Besar Rusia di Jakarta (Indonesia) memintanya datang dan saya tidak tahu persis, apakah Tsamara datang atau tidak. Tetapi yang jelas, saya menggaris-bawahi bahwa hal itu masih di dalam batas-batas kewajaran. Minimal tugas seorang duta besar yang ditempatkan di sebuah negara selalu memberi penjelasan tentang negaranya.
Kalau saya boleh berasumsi, Tsamara tidak membayangkan hal ini terjadi. Sebagai politikus, ia hanya ingin mengkritisi pernyataan politikus dari Partai Gerindra, Fadli Zon yang menyebut Vladimir Putin, tokoh yang mungkin ia kagumi.
Terlepas dari masalah ini, saya yang pernah mengunjungi Rusia pada 27 Desember 1992, juga mengucapkan kekaguman saya kepada Vladimir Putin yang berhasil mengembalikan kejayaan Rusia agar tetap disejajarkan dengan negara adidaya lainnya, Amerika Serikat. Mengapa saya harus mengungkapkan perjalanan ke Moskow tahun 1992?
Hal ini semata-mata ingin menunjukkan betapa pada saat berkunjung ke Rusia tahun 1992 itu, saya menyaksikan sendiri perubahan-perubahan yang terjadi setelah Presiden Uni Soviet waktu itu Mikhail Gorbachev (tahun 1992 ini Gorbachev sudah digantikan Wakil Presiden Gennadi Yanayev, 19 Agustus 1991) menerapkan apa yang dinamakan "Perestroika," di Rusia. Nama waktu itu masih Uni Soviet.
Apa yang ingin saya ceritakan, tidak lain di samping banyaknya negara bagian Uni Soviet melepaskan diri, pun perekonomian negara adidaya itu hancur. Saya menyaksikan sendiri para orang miskin Rusia muncul di pinggir jalan kota Moskow. Bahkan ada yang mengatakan, "Uni Soviet Bubar, Tidak Ada Lagi."
Sekarang Presiden Vladimir Putin bukan tidak menyadari hal itu. Ia mulai mengangkat nama Rusia setelah menganeksasi Crimea, bagian wilayah Ukraina. Mengambil alih ini bukan juga tanpa alasan. Selain wilayah yang sangat dekat dengan Rusia, Ukraina sudah dipimpin oleh pemimpin pro-Barat. Jika wilayah kecil Crimea tidak direbut, boleh jadi masa depan Rusia akan terancam oleh pengaruh Barat. Bahkan di Crimea ini akan diselenggarakan musabaqah tillawatil Al-Qur'an. Jika demikian, apakah di Rusia banyak penduduk Muslim?
Jika dulu pernah membaca majalah "Gamma " edisi 21-27 Januari 2002, halaman 47 terdapat lembaran khusus berjudul: " Islam di Sarang Beruang Merah." Memang dijelaskan bahwa Islam di Rusia, menang asing kedengarannya. Tetapi setelah Uni Soviet pecah, kehidupan beragama - termasuk Islam- di bekas negara komunis itu cukup semarak. Maklum, Islam dan Rusia punya masa lalu yang panjang. Di samping ada pula makan Imam Bukhari di sana.