Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Neno Warisman Sangat Layak Diseret ke Meja Hukum

24 Februari 2019   07:16 Diperbarui: 24 Februari 2019   07:27 2236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lagi-lagi terkait masalah puisi pamflet, penulis jadi ingat keterlibatan penulis dalam karya sastra puisi pada saat penyusunan puisi sosial kemahasiswaan UGM, yang kemudian diberi judul antologi "Biarkan Kami bermain", yang diambil dari judul Puisi Yayan Sofyan (fakultas Filsafat) waktu itu. 
Untuk puisi sosial (termasuk politik) sebagaimana puisi Fadli Dzon "Doa yang Tertukar" ataupun Puisi "Munajat 212" tentu saja mudah memahaminya, karena pada umumnya menggunakan "diksi telanjang" artinya pilihan kata yang mudah dipahami agar pesan pusi mudah dicerna. Dengan cara demikian efek tau pengaruh yang diharapkan dari puisi itu terhadap masyarakat dapat optimal. 

Terkait dengan Puisi Neno Warisman , ada beberapa masalah, diantaranya, pertama penegasan munajat itu sendiri yang kerap  diungkapkan oleh Neno dengan penekanan (mad) pada kata "dua" sehingga terucapkan "duaa satu dua" jika dinotasikan sebagai 2-12, atau Munajat 2-12 (Dua Desember) jelas tidak sesuai realitas, karena munajatnya adalah 21-2 (Dua puluh satu Februari). 

Dilihat dari keseluruhan isi, lebih tepat puisi itu berjudul "Munajat kemenangan" , yakni kemenangan kelompok Neno yang mengklaim sebagai kelompok penolong agama Allah. Namun sayangnya dalam seruannya, tidak satupun Al Asma Al Husna yang menunjukan panggilan terhadap Dzat Yang Maha Pemberi kemenangan (Ya Fataah)atau sejenisnya, Sebagai misal untuk memohon keputusan yang bijak kita menggunakan panggilan Ya Hakim dll (Lihat Puisi "212 Langit Meneteskan Air Matanya, kompasiana, 4 Desember 2016). 

Penggunaan kata ganti Kami dan mereka sangat jelas menunjuk bahwa kami untuk menunjukan kelompok Neno, yang merasa sebagai kelompok penolong agama Allah, sedang mereka menunjuk pada kelompok di luar mereka. Karena sangat jelas puisi itu memohon kemenangan kelompok Neno (Kualisi Prabowo) maka kata ganti mereka menunjuk kepada kelompok Jokowi dan para pendukungnya. 

Tuduhan terhadap kelompok Jokowi dan pendukungnya sangat tergambar pada ungkapan "Jangan serahkan kami kepada mereka yang tak memiliki kasih sayang kepada kami dan anak cucu kami" Ini tuduhan serius dan menurut hemat penulis tuduhan tanpa bukti. 
Justru buktinya adalah, Jokowi sangat menyayangi dan peduli pada rakyat dan masa depannya, pembagian sertifikat tanah misalnya, adalah contoh pelindungan Jokowi terhadap hak-hak umat yang pada ahirnya dapat diwariskan ke anak cucunya, yang justeru hal itu dikritisi oleh Prabowo.

Disisi lain, kita baru saja melihat, bagaiman Jokowi dan Ibu Iriana menjenguk ibu Ani Yudhoyono sebagai bentuk kepedulian dan kasih sayang sesama orang beriman meski kita tahu semua, bahwa Partai Demokrat, Partainya Pak SBY, adalah anggota kualisi pengusung Prabowo, kelompok "kami" nya Neno bukan kelompok Jokowi. 
Jika untuk melaporkan tidak hukum memerlukan dua alat bukti, maka ini bagian dari alat bukti yang diperlukan. Disamping Rekaman Puisi Neno itu sendiri. Semoga ada masyarakat yang melaporkan Neno Warisman sebagai pembelajaran. 

Lebih parah lagi memang pernyataan kekhawatiran Neno Jika Prabowo kalah, "Tidak ada yang menyembah-Mu", Tidak sekedar memposisikan Jokowi, Kyai Ma'ruf dan seluruh pendukung Jokowi sebagai bukan penyembah Allah, namun secara inplisit, Neno menuduh akan adanya Genoside, pelenyapan kelompok Neno, Pendukung Prabowo jika Prabowo kalah. Ini jelas tuduhan sadis !. Jokowi tidak memiliki track record mencuik, membunuh apalagi melenyapkan secara masal. 

Jika kita kupas tuntas, maka konsekuaensi penggunaan kata ganti "kami" dan "Mereka" yang sudah jelas arah tembaknya, akan benyak sekali melahirkan tuduhan dan fitnah terhadap "mereka" , darai pamer kekuasaan, kepongahan, kesomobongan dll. Termasuk setting dimana "Allah turun Ke langit dunia yang tidak bersesuaian dengan uraian dalam puisi Neno. 
Sebab, sejauh yang penuis pahami Allah azza wajalla turun ke langit dunia untuk memenuhi hajjat, munajat hamba-nya adalah pada sepertiga akhir dari tiap malam, bukan pada prime time seperti pertin jukan baca puisi Neno.. Apakah ini Hoax ataukah memang bagian dari Propaganda Rusia ? 

Dari uraian di atas, menurut hemat penulis, Neno Warisma sagat layak untuk diseret ke ranah hukum, ke meja pengadilan karena jelas, memfitnah, mendeskriditkan pihak-pihak yang disebutkanya dengan kata ganti "Mereka". Dalam kontek pusi mohon kemenangan itu sangat jelas, yakni kepada Jokowi dan pendukungnya.   Yang kedua, Jelas itu puisi kampanye, bahkan terkatagori Black Campaign, dengan tudhan-tuduhan  di atas. Semoga aparat penegak hukum bertindak sebagaimana mestinya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun