Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Hukum

HRS Harus "Diamankan"

30 September 2018   10:18 Diperbarui: 30 September 2018   10:37 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tabayyun, itulaah hal utama yang harus dilakukan ketikan kita menerima berita di tataran manusia yang tidak luput dari salah dan dosa, dari manusia biasa yang tidak maksum. Melalui tabayun inilah diharapkan kita dapat meletakkan segala gal pada posisinya secara fair. tentu dalam konteks kemanusiaan. Demikian juga dalam menghadapi berita tentang HRS, tabayyun tentu lebih tepat untuk kita lakukan. 

Melalui penelusuran berbagai keterangan, masalah utama HRS ternyata adalah  overstay, oleh karena itu, tulisan berikut dilandasi oleh masalah overstay yang dialami HRS di Saudi Arabia dengan konsekuensi-konsekuensi hukum yang berlaku di sana. Satu hal yang sangat penting adalah, bahwa fakta ini menunjukan keteledoran dari pihaknya dan atau teamnya. Sehingga wajar ditangkap imigrasi Saudi. 

Jika merujuk prosedur yang ada, maka saat ini menunggu proses deportasi. Dan wajar menunggu proses itu maka HRS dijaga keamanannya oleh pemerintahan KSA, alias HRS "diamankan" . Apabila HRS TDK mau ke Indonesia karena Presidennya Jokowi maka teamnya sebaiknya melobi atau meminta permohonan ke Saudi untuk dideportasi ke negara yang mau memberikan suaka politik, karena nampaknya masalah HRS seakan di bawa ke ranah  politik. 

Dengan demikian maka penangkapan dan interograsi oleh imigrasi Saudi hal yang wajar yang bisa dialami oleh ekpatriat dimanapun. Artinya posisi HRS di mata pemerintahan Saudi pun dianggap biasa, tidak seperti yang beredar selama ini seolah HRS memiliki posisi Istimewa. Perasaan memiliki posisi Istimewa itu yang bisa menjebak seakan semuanya dapat berlangsung "Cincailah" sehingga mengakibatkan keteledoran.

Keteledoran itu nampak dimana sudah overstay terhitung pasca 21 Juli 2018, padahal mestinya, sesuai peraturan keimigrasian di Saudi, HRS harus "huruj" sebelum jatuh tempo keluar Saudi untuk mengurus perpanjangan. Kita jadi bertanya, bagaimana management dari seluruh team HRS ini ? Lawan pasti akan bertanya bagaimana mengurus negara, mengurus masalah HRS saja teledor ?

Peraturan Saudi terkait sanksi dari pelanggaran keimigrasian spt yang dialami oleh HRS adalah dilarang berkunjung ke Saudi paling ringan 2 tahun ke depan, atau lebih lama bahkan bisa seumur hidup dilarang ke Saudi tergantung jenis pelanggarannya. Oleh karena itu, dengan berfikir wajar, maka ada baiknya team HRS mencari langkah langkah alternatif, yang tidak ngrecoki pemerintah.

Sebab dengan kasus keimigrasian HRS dengan proses deportasi, boleh jadi pemerintahan Jokowi dapat "mengamankan" HRS untuk dibawa ke Indonesia. Proses ekstradisi yang dulu diwacanakan, berganti menjadi proses deportasi. Wacana ekstradisi tidak dapat dilakukan karena antara pemerintahan RI dan KSA memang tidak memiliki perjanjian ekstradisi. Walaupun landasannya berbeda antara ekstradisi dan deportasi, namun esensinya sama, HRS kembali ke RI dengan dipaksa.

Apabila pemerintah benar benar membutuhkan HRS hadir di tanah air, mungkin terkait berbagai hal yang belum dihentikan (belum di SPPP kan) maka saat inilah kesempatan untuk menjalin kerja sama dengan KSA dalam proses deportasi ini, bahkan jika perlu dipercepat tergantung tingkat urgensinya. Jika ini yang tejadi, maka nasib HRS seperti tikus menghadapi kucing yang siap menerkam ketika tikus lemas lunglai setelah lari kian kemari.

Apabila hal di atas yang mungkin terjadi pada HRS, karena konon, walaupun sudah 2 kasusnya di-SP3 masih ada 17 rekayasa kasus yang belum diproses, maka team HRS harus fokus mencari langkah langkah penyelamatan agar tikus tak tertangkap lemas. Dengan demikian menggoreng kasus imigrasi HRS untuk kepentingan politik pihak tertentu, sesungguhnya hanyalah membuang energi yang boleh jadi mengakibatkan HRS dan teamnya "mati lemas" bersama.

Dengan demikian, maka masalah "mengamankan" HRS, memang harus menjadi fokus, pertama ooleh kerajaan Saudi, dimana setelah terjadinya pelanggaran keimigrasian tidak terjadi apa-apa terkait HRS dan keluarganya hingga HRS selamat ditanagan Pemerintah RI melalui proses deportasi. 

Ke dua, "mengamankan" HRS juga sangat perlu dilakukan oleh Pemerintah RI apalagi jika HRS sangat diperlukan dalam berbagai kasusu yang belum di SP3 kan, proses deportasi harus dimanfaatkan untu mengganti proses Ekstradisi dimana RI tidak memiliki perjankian Ekstradisi dengan KSA. Sedang proses "mengamankan HRS" yang ke tiga perlu dilakukan oleh team pembelanya, jika tidak ingin HRS berada di meja pesakitan dari 17 kasus lain, dan juga harus berpikir pahit kalau Saudi tidak memberikan perlindungan politik ke HRS dan HRS tidak dibolehkan ke Saudi minimal 2 tahun ke depan., sebelum pemeritah RI, aparat Hukum RI, memproses Deportasi HRS dan melobi KSA untuk tidak meloloskan HRS kemanapun. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun