Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memahami Berpikir Antisipatif Pemerintah dalam Impor Beras

15 Januari 2018   19:17 Diperbarui: 15 Januari 2018   20:21 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satu isue yang tidak kalah hangatnya dalam sekala nasional adalah terkait dengan inport beras. Pemerintah yang akan inport beras sekitar 500.000 ton pada akhir Januari 2018. pmendaat serangan dahsyat. Fadli Zon menganggap rencana impor itu sebagai sesuatu yang janggal dan menurutnya ada 4 kejanggalan terkait import beras itu, hahkan  dari berbagai tulisan terutama di sosial media seakan peerintah ingin menggorok leher petani, menyengsarakan petani sendiri terutama petani beras mengingat diperkirakan akan panen raya komoditas beras pada sekitar bulan Pebruari. Setega itukah pemerintah Jokowi yang sejak awal mengusung nawa cita ? tulisan singkat ini mencba mengungkapkan pandangan penulis tentang isue inport beras tersebut. 

Apapun bisa terjadi, gagal panen bis saja tidak terlihat gejalanya hingga semalam sebelum panen (kisah dalam Al Qur'an). Berfikir positif antisipatif terkait import beras barangkali menjadi kita paham. Berfikir wagon suloyo dengan berfikir linier tentu akan sulit memahami cara berfikir antisipatif. Berfikir dengan logika linier, jika ... Maka..., Akan membawa kesimpulan jika panen raya maka tidak perlu impor beras, Jika inport beras Maja salah.

Berfikir kreatif (lateral ala dengan Bono) akan menjadi bisa memahami, jika .. maka.. dan jika ...maka.... Jika panen raya produk surplus, dan jika gagal panen maka produk hangus, maka perlu antisipasi. Mengacu pada tingkat konsumsi beras per kapita nasional sebesar 380 gram/hari, makan antisipasi sekitar 2 kg per jiwa, setara sekita untuk memenuhi kebutuhan 6 hari, atau sekitar 1,5 % kebutuhan nasional setahun. Jika berdasar Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 menyebutkan bahwa konsumsi beras per kapita per Maret 2015 adalah sebesar 98 kilogram per tahun. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 97,2 kg per tahun.Antisipasi dengan persentasi tingkat kebutuhan  1,5 % - 2 % itu tentu saja menurut hemat penulis sangat wajar. 

Bagaimana kalau tidak ada post majure ? Apakah hasil panen petani akan jatuh harganya ? Apakah para petani akan terpaksa menjual dengan harga murah ? Lagi lagi kita bisa terjebak dengan berfikir linier terkait hukum suply and demand, jika .. maka.... Namun jika kita memahami kehidupan petani, sejak dulu kita mengenal yang disebut lumbung untuk menyimpan hasil panen, dan biasanya memang yang dimaksud adalah lumbung padi. Petani petani menyimpan padi hasil panennya di lumbung, untuk keperluannya dan juga sewaktu waktu dijual.

Jangan pernah mengira petani kita sebagai orang orang yang terjebak berfikir linier. Kami (karena penulis juga dari keluarga petani), bukan asa berfikir, jika panen harga gabah murah maka kami menyimpannya di lumbung. Kami biasa berfikir alternatif, kreatif, alias berfikir lateral ala de Bono tadi.

Cobalah kita memposisukan sebagai pemerintah yang harus memastikan stok pangan tercukupi dengan berbagai antisipasinya. Sudah pasti dimana berlangsung banyak banjir dan bencana serta kondisi musim yang tidak menentu, kita akan berfikir antisipatif. Jika terjadi post majure dan gagal panen, kita harus punya stok pangan.

Antisipasi itu tentu sudah direncanakan jauh jauh hari, dan komitmen komitmen terhadap negara eksportir beras sudah dilakukan, sudah tentu dengan beprinsip pada neraca perdagangan yang seimbang dengan negara bersangkutan, artinya impor itu sudah pula diimbangi dengan komoditas lain non.beras dengan tetap menjaga neraca perdagangan tetap seimbang.

Disinilah makna berfikir antisipatif dari para pengambil kebijakan yang sudah semestinys. Impor beras yang dilakukan tentu bukan bermaksud "menggorok leher" petani, tetapi dalam rangka antisipatif jika terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Selain kondisi musim yang berubah ubah, realitas longsor, banjir, gempa banyak menimpa darah daerah pertanian, padahal dalam kondisi normal kalkulasi prediksi hasil panen bisa meleset. Hal ini mengingat juga tingkat produktivitas lahan semakin menurun dan hanya dapat dirasakan ketika telah panen.

Berfikir antisipasi ini tentu saja berbeda saat SBY menjadi inisiator perdagangan bebas sektor pertanian di vali beberapa tahun lalu. Pada saat itu penulis protes keras, mengingat kondisi pertanian kita yang sesungguhnya masih sangat memerlukan perlindungan, proteksi sehingga tidak harus bersaing dengan melimpahnya produk sejenis yang berasal dari manca negara. Waktu itu, kebetulan petani bawang di daerah penulis, Brebes harus membuang hasil panennya  engingat tidak mampu bersaing dengan produk bawang import. 

Mendeposit hasil panen produk komoditas bawang tentu sangat berbeda dengan menyimpan di lumbung hasil panen padi yang biasa dilakukan oleh keluarga petani, secara turun temurun. Jadi jangan dikira petani padi tidak mampu berfikir alternatif ketika harga hasil panennya harganya jatuh. Dan bisaa saja, para aktivis yang kurang memahami budaya lumbung padi (lumbung pari) sehingga harus berfikir begitu panen harus dijual. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun